Belanda

Tanggapan Sejarawan Soal Belanda Takut Kembalikan Tengkorak Demang Lehman

Pengembalian kepala Laskar Perang Banjar Demang Lehman, masih terganjal. Kabarnya Belanda khawatir akan mengganggu hubungan dengan RI. 

Featured-Image
Prosesi pemenggalan era Belanda. Foto: Koleksi Museum Tropen Belanda

bakabar.com, JAKARTA – Pengembalian kepala Laskar Perang Banjar Demang Lehman, masih terganjal. Kabarnya Belanda khawatir akan mengganggu hubungan dengan RI. 

Dikabarkan bahwa salah satu kendala terhambatnya pengembalian dari kepala laskar Perang Banjar Demang Lehman, karena Belanda takut hal itu mengganggu hubungan bilateral kedua negara.

Belanda menyebut bahwa pengembalian tengkorak Demang Lehman bisa berdampak terhadap bilateral hubungan kedua negara karena kejahatan perang masa lalu.

Upaya Pemulangan Sudah Dilakukan Sejak 2009

Sejarawan Banjar, Mansyur, S.Pd., M.Hum mengungkapkan, diperkirakan kejahatan perang yang dimaksud oleh Belanda itu adalah eksekusi mati yang disertai pemotongan kepala.

“Pada 27 Februari 1864, setelah serangkaian perlawanan yang melibatkan pengkhianatan dari rakyatnya sendiri, Demang Lehman yang memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya digantung oleh tentara Belanda,” ujarnya kepada bakabar.com, Selasa (11/7).

Baca Juga: Blak-blakan Pangeran Cevi soal Pemulangan Kepala Demang Lehman 

Setelah eksekusi tersebut, kemudian pihak Belanda membawa Kepala Demang Lehman, sedangkan sisa tubuhnya ditinggal di daerah asal, namun masih belum diketahui pasti letak pemakamannya.

“Sebenarnya upaya pemulangan tengkorak itu sudah dimulai sejak 2009 oleh Pemprov Banjarmasin. Namun, jawaban yang diberikan Leiden kurang memuaskan,” kata Mansyur.

Bagi masyarakat Banjarmasin, kembalinya tengkorak Demang Lehman bisa menjadi penghormatan tertinggi bagi martabat mereka. Tengkorak tersebut melambangkan perjuangan melawan kekuasaan kolonial.

Bahkan lebih dari itu, bangsawan keturunan Banjarmasin juga ingin menghormati syuhada dengan mengadakan upacara pemakaman secara Islami bagi Demang Lehman.

Sosok Demang Lehman
Demang Lehman sosok pemimpin dalam sejrah Perang Banjar. (Foto: dok. YPTD)

“Membiarkan bagian tubuh yang tersisa dikubur dengan tidak benar dianggap memalukan. Di saat pemerintah merayakan kepulangan 1.500 artefak sejarah dari Belanda, masyarakat Banjarmasin masih harus menunggu pahlawan mereka dikembalikan ke rumah aslinya,” katanya menegaskan. 

Di sisi lain, banyak desakan dari masyarakat Kalimantan Selatan yang menginginkan tengkorak Demang Lehman bisa kembali ke tanah asalnya.

“Kembalinya tengkorak tersebut berkaitan dengan upaya masyarakat untuk memberikan penguburan yang layak bagi kepala sang syahidin Demang Lehman,” kata Mansyur.

Ingin Prosesi Penguburan yang Layak Sebagai Syuhada

Pengembalian tengkorak kepala Demang Lehman bukan untuk dijadikan sebagai pajangan, tapi karena masyarakat Kalimantan Selatan menginginkan adanya prosesi pemakaman yang layak untuk pahlawan Banjar.

“Beliau adalah pahlawan bagi urang Banjar dalam meperjuangkan kemerdekaan Banua dari cengkeraman penjajah. Sudah sepantasnya dikuburkan di Taman Makam Pahlawan,” ucapnya.

Keberadaan kepala demang lehman adalah sesuatu yang monumental yang nilainya sangat besar, dalam memeilihara ingatan generasi muda kepada pahlawannya di masa lalu.

Pemakaman tengkorak kepala Demang Lehman sebagai upaya menjalankan ajaran Islam karena sosok almarhum menganut Islam. Itu sebabnya, tengkorak Demang Lehman mestinya dimakamkan sesuai ajaran Islam dengan kembali ke tanah.

“Bukan sebagai pajangan seperti yang sekarang ini. Tapi seharusnya dikuburkan agar sesuai dengan syariat ajaran agama Islam,” tuturnya.

Walaupun demikian masyarakat Indonesia dan Banjar khususnya, tentu tidak perlu mengeluarkan ekspresi berlebih ketika tengkorak Lehman dikembalikan.

Cukup dikembalikan, masyarakat sudah bersyukur karena bisa menguburkan sesuai ajaran agama Islam. Tengkorak Demang Lehman memiliki nilai sejarah karena terkait identitas dari masyarakat Banjarmasin.  

“Kondisi lainnya, saat ini museum-museum di Eropa lagi refleksi diri atas barang-barang koleksi yang diambil lewat cara perang atau penjarahan,” kata Mansyur.

Kemudian Belanda saat ini tengah menaglami krisis ekonomi sehingga sejumlah museum bangkrut atau gabung dengan museum lain untuk bisa bertahan.

“Untuk itu, benda-benda yang ada di dalam museum bangkrut inilah yang kemudian dipertimbangkan, apakah akan dijual, diberikan ke museum lain, atau dikembalikan ke Indonesia,” ujarnya.

Diplomasi Belum Berhasil

Secara umum yang menjadi kendala adalah diplomasi, sehingga beberapa kali upaya yang dilakukan beberapa pihak di Kalimantan Selatan belum mendapatkan hasil maksimal.

Seperti yang dilakukan perwakilan dan kerabat Kesultanan Banjar yang pernah melakukan lobi ke museum di Belanda untuk pengembalian tengkorak Demang Lehman serta berlian juga barang-barang bersejarah lainnya ke kesultanan Banjar.

Namun, permintaan itu belum dikabulkan dengan alasan karena saat ini secara resmi Kesultanan Banjar, sebagai pusat kekuasaan, sudah tidak ada. Hal demikian dianggap tidak bisa karena dulu itu adalah milik kesultanan Banjar yang saat itu statusnya adalah sebuah negara.

“Sementara kan sekarang ini negara Banjar sudah tidak ada lagi. Upaya surat-menyurat, menurut keterangan pihak kesultanan juga sudah pernah dilakukan tapi tidak membuahkan hasil,” kata Mansyur.

Beberapa kepala daerah Kalsel juga sempat berusaha mengembalikan tengkorak kepala Demang Lehman, namun belum berhasil.

Di era kepemimpinan H Sahbirin Noor, rencana pemulangan tengkorak pria kelahiran Barabai tahun 1832 itu mengemuka kembali. Bahkan, Gubernur yang akrab disapa Paman Birin itu, mulai menyusun beberapa langkah pengembalian tengkorak.

“Salah satu langkah yang sudah dilaksanakan Gubernur Paman Birin untuk mengembalikan tengkorak, bekerjasama dengan sejarawan Belanda, Donald Tick,” ucap Mansyur.

Untuk mengembalikan tengkorak kepala Demang Lehman tersebut perlu kajian yang mendalam. Atas dasar itu, pada awal 2020 dibentuk tim yang melibatkan cagar budaya dan permuseuman.

Selain itu, kendala lainnya, kekhawatiran pihak Kerajaan Belanda sangat wajar, karena konstelasi politik nasional juga bisa berimbas hubungan diplomatik kedua negara.

Belajar dari pengalaman saat Belanda mengembalikan tengkorak Raja Ghana, Badu Bonsu beberapa waktu lalu, membuat hubungan dua negara sempat terputus, karena situasi politik yang memanas di Ghana.

“Hal semacam ini tak ingin terulang, karena hubungan Indonesia dengan Belanda sudah mesra, meski memiliki akar historis yang sangat kental,” pungkasnya.

Sebelumnya, Keturunan Pangeran Hidayatullah, yakni Pangeran Cevi Y Isnendar mengungkapkan terdapat beberapa kendala yang menghambat pengembalian tengkorak dari kepala laskar Perang Banjar Demang Lehman.

Salah satu kendala tersebut adalah tuntutan dari pihak Belanda yang meminta Data dari keturunan atau DNA Demang Lehman. Padahal, menurut Cevi hal tersebut merupakan sesuatu yang mustahil.

Kemudian kendala lainnya adalah adanya ketakutan dari pihak Belanda bahwa mengembalikan tengkorak Demang Lehman akan memutuskan hubungan bilateral kedua antarnegara.

“Kendala dari pihak Belanda karena adanya ketakutan putusnya hubungan bilateral kedua pemerintah karena kejahatan perang,” ujar Cevi saat dihubungi bakabar.com, Senin (10/7).

Editor


Komentar
Banner
Banner