apahabar, JAKARTA -- Di hadapan anggota DPR RI, Mahfud MD tampil trengginas. Dia meladeni semua ajakan debat dan ancaman-ancaman. Sesekali dia mengeluarkan dalil dalam bahasa Arab. Saat mejelaskan hukum, ia juga mengutip dalil dalam bahasa latin.
Mahfud MD adalah sosok paling otentik di republik ini. Dia tak peduli pencitraan. Dia tak pernah memikirkan algoritma media sosial yang memaksa seseorang untuk hanya berbicara hal popular. Dia genuine dan melihat substansi dari setiap argumetasi.
Baca Juga: [OPINI] Tak Ada yang Sepantas Basuki
Tak ada yang sebaik Mahfud dalam menghadapi para pendebat. Dia kenyang asam garam perdebatan, sejak masih aktif di PII hingga HMI. Di organisasi HMI, dia tak sekadar bertemu jodoh, tapi juga memperkaya pengetahuannya melalui interaksi dengan pemikir Islam.
Sejak Gus Dur menyebut anggota dewan seperti Taman Kanak-Kanak, kita tak pernah lagi mendengar ada orang yang berani mendebat anggota dewan. Mahfud memecah kebuntuan yang sekian lama terjadi di negara ini. Dia tampil tenang, tetap fokus pada substansi, dan mengejar semua argumentasi yang dilempar kepadanya.
Bahkan dibandingkan para calon presiden yang akan berlaga di tahun 2024, Mahfud tetap masih lebih baik, dalam hal wawasan, pengetahuan, rekam jejak, dan keberanian menghadapi semua risiko dan masalah.
Kekurangan Mahfud adalah dia terlalu orisinal. Dia tak punya tim khusus yang mengelola media sosial, serta strategi untuk menaikkan branding dan pencitraannya sebagai pemimpin masa depan.
Dia pun tak punya tim-tim kecil di semua partai, yang setiap saat bisa melobi dan meyakinkan semua pengurus partai kalau dirinya adalah sosok terbaik yang bisa membawa bangsa ini lebih baik.
Dia seakan alpa kalau untuk menjadi pemimpin negeri ini, minimal dua hal yang perlu dimilikinya. Pertama, punya tim yang khusus mengemas branding dan memperkuat posisinya di benak masyarakat Indonesia. Kedua, punya tim pelobi di partai politik yang bisa menggaransi satu tiket untuk dirinya maju di pilpres.
Mahfud adalah tipe samurai yang berpedang sendirian. Dia seorang intelektual yang menerabas berbagai belukar masalah. Dia tak segan-segan menebas siapapun yang dianggapnya bersalah, meskipun itu adalah pejabat negara dan anggota dewan. Di titik ini, dia punya banyak musuh.
Di jajaran kabinet Jokowi, Mahfud adalah pekerja keras yang tak bisa diam dan melihat orkestrasi politik. Padahal, bisa saja dia duduk manis sembari menikmati betapa manisnya kursi kekuasaan. Namun dia tetap tak segan untuk mengotori tangan. Dia bekerja dan memperkuat pemerintahan dengan cara mengungkap saiapa saja mereka yang mempermainkan hukum dan aturan.
Dia muncul sebagai suara pemerintah dalam banyak kasus besar. Mulai kasus Ferdy Sambo hingga kasus hilangnya potensi keuangan negara hingga triliunan. Mahfud seakan memegang sapu kotor di dalam pemerintahan. Dia terus bekerja, meskipun banyak yang mencaci.
Baca Juga: Tarung HMI, GMNI dan PMII di Pilpres 2024
Manusia seperti Mahfud langka di negeri ini. Dia bukan capres yang hanya ikut apa kata partai politik lalu mengorbankan impian banyak anak muda. Dia juga bukan capres yang berkunjung ke daerah selalu menaiki mobil kap terbuka lalu menyebar senyum dan terentang dalam kampanye.
Dalam posisi seorang diri, dia rawan menjadi sasaran tembak banyak kelompok. Dia tahu persis semua langkah yang dipilihnya. Saat diancam seorang anggota dewan akan diperkarakan, dia malah mengancam balik dengan argumentasi yang kokoh.
Sikapnya yang berani membuka banyak hal itu adalah ciri seorang intelektual. Dia tidak bermumah di menara gading, tetapi memilih berumah di menara api, yang menyebar cahaya terang ke mana-mana.
Sebagai intelektual, dia tidak selalu disukai banyak orang. Sebab tugas intelektual adalah membuka wawasan dan mencerahkan publik. Dalam proses membuka wawasan itu, tentunya banyak pihak yang tidak nyaman, khususnya mereka yang ikut bermain dalam sirkuit pencarian cuan di sela-sela rambu hukum negeri ini.
Jalan Panjang
Dia lahir di Sampang, Madura, Jawa Timur, pada, 13 Mei 1957. Sejak belia, dia sudah karib dengan kultur pesantren. Dia belajar di pondok pesantren Somber Lagah di Desa Tegangser Laok.
Pondok Pesantren Somber Lagah diasuh Kiai Mardhiyyan, seorang kiyai keluaran Pondok Pesantren Temporejo atau Temporan. Pondok pesantren itu sekarang diberi nama Pondok Pesantren al-Mardhiyyah, memakai nama pendirinya, Kiai Mardhiyyan, yang wafat pertengahan 1980-an.
Mahfud menyerap dua sisi pendidikan, yakni pendidikan berbasis pesantren dan sekolah umum. Dia pun terus bersekolah hingga meraih gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Gadjah Mada. Dia pun meniti karier akademisi hingga menjadi guru besar.
Sejak mahasiswa, dia sudah menjadi organisatoris dan penulis handal. Tulisannya tersebar di banyak media. Dia pun berjejaring dengan para aktivis HMI dan pengurus PBNU yang saat itu dipegang Gus Dur.
Saat Gus Dur menjadi presiden, Mahfud masuk ke kancah kekuasaan. Dia diminta Gus Dur menjadi Menteri Pertahanan. Setelah itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM pada 2001.
Periode 2004-2009, Mahfud MD menjadi anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sempat pula menjadi ketua Badan Legislasi (Baleg). Namun, pada 2008 Mahfud terpilih menjadi hakim konstitusi.
Dia pun memimpi Mahkamah Konstitusi pada 2008-2013. Di posisi apapun, dia selalu kritis dan tampil beda. Dia tak hanya mencerahkan publik dengan tampil di media, tapi juga membuat semua lembaga yang dipegangnya kian berdaya.
Kini dia menjabat sebagai Menko Polhukam dan perlahan membuka banyak borok dan permainan di negeri ini.
Kekuatan Mahfud
Indonesia butuh sosok genuine seperti Mahfud yang tak hanya bisa bersilang kata dalam berbagai forum wacana, tetapi juga bisa menunjukkan kerja-kerja nyata. Keberanian Mahfud seharusnya menjadi mercu suar yang dituju semua anak bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai negeri terdepan.
Kekuatan Mahfud adalah kelenturannya untuk bergaul dengan semua kalangan. Dia adalah ulama sekaligus praktisi yang memahami substansi serta punya visi kuat untuk bangsa. Dia mewakili generasi Muslim terdidik, tetapi tetap punya akar kuat dalam tradisi pesantren dan keulamaan.
Jika masuk arena capres, Mahfud akan memberi warna baru. Bukan hanya menawarkan rekam jejak, tapi juga memberi harapan akan Indonesia yang berkeadilan, Indonesia bebas korupsi, dan Indonesia yang menjadi rumah bagi semua kalangan.
Mahfud tak pernah menyatakan dirinya siap memasuki arena capres. Dia hanya bekerja-bekerja.
Akan tetapi, kita sebagai anak bangsa yang ingin melihat Indonesia lebih baik, tentunya patut memberi ruang baginya. Gagasan besarnya mesti diuji dalam kancah pemilihan langsung, di mana rakyat yang akan jadi penentunya.
Namun, dengan melihat realitas politik biaya tinggi, serta banyaknya pencari rente di berbagai momen pemilihan, apakah dirinya sanggup untuk tetap kukuh dalam situasi itu?
Dilema-dilema ini pernah dialami Bung Hatta, salah satu politisi terbaik yang lahir dari rahim republik ini. Berhadapan dengan tarik-menarik kekuasaan, Hatta memilih untuk menepi. Dia menjadi seorang guru yang berbagi ilmu sembari menjauh dari hiruk-pikuk politik.
Apakah Mahfud akan memilih jalan Bung Hatta ataukah tampil menjadi samurai dalam arena perang yang disesaki berbagai pencari rente?
Sejarah yang akan mencatatnya. Namun sebagai anak bangsa, kita menaruh banyak harapan pada sosok Mahfud.
View this post on Instagram