Kalteng

Sungai Barito Surut, Rangka Kapal Onrust Terlihat

apahabar.com, MUARA TEWEH – Kapal Onrust milik Belanda yang tenggelam dalam Perang Barito, 26 Desember 1859…

Featured-Image
Seorang warga berada di atas bangkai kapal Onrust yang hampir tertimbun lumpur dan tanah yang hanya bisa dilihat saat Sungai Barito surut kemarau panjang seperti saat ini di kawasan Lalutung Tour 2 km hilir Muara Teweh, Minggu (22/9/2919). Foto – Antara/Kasriadi

bakabar.com, MUARA TEWEH – Kapal Onrust milik Belanda yang tenggelam dalam Perang Barito, 26 Desember 1859 silam, di wilayah Muara Teweh Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, dapat dilihat saat pedalaman Sungai Barito surut seperti saat ini.

“Ada rasa merinding, terharu dan senang kala singgah di tepian Barito. Merinding dan terharu karena membayangkan suasana perang pahlawan kita dalam menenggelamkan kapal besar ini,” kata seorang warga Muara Teweh Waway ketika berada di lokasi tenggelamnya Kapal Onrust itu di Lalutung Tour, Kecamatan Teweh Baru, Minggu (22/09).

Dia merasa senang ini merupakan momen langka yang belum tentu bisa dijumpai setiap waktu. Kebetulan tahun ini musim kemarau sangat panjang dan sisa kapal Onrust terlihat sangat jelas walaupun beberapa bagian masih tertutup pasir dan tanah Sungai Barito.

Ada rasa spesial, kata dia, yang tak bisa diungkapkan saat melihat langsung sisa kapal Onrust milik Belanda yang tenggelam di Lalotoung tour atau dua kilometer arah Selatan dari Muara Teweh.

“Mari kenang kembali bagaimana perjuangan pahlawan kita yang berjuang untuk membela Tanah Air. Semoga Allah SWT menempatkan arwah para pahlawan kita di tempat terbaik,” kata guru SMAN 2 Muara Teweh ini.

Sementara warga lainnya Sholihin mengatakan kapal Onrust ini perlu diketahui generasi muda tentang nilai-nilai perjuangan di wilayah pedalaman Kalteng dan nilai kesatuan dan persatuan antaretnis yang terbentuk sejak sebelum kemerdekaan.

Bangkai kapal ini perlu diangkat ke daratan untuk dijadikan objek wisata atau monumen cagar budaya setempat.

“Jadi, upaya pengangkatan kapal ini hanya bisa dilakukan pada saat Sungai Barito surut pada musim kemarau panjang sehingga pemerintah daerah sudah punya gambaran kalau ini memprogramkan untuk pengangkatan kapal tersebut,’ kata dia yang waktu kecil sering mencari buah-buahan di hutan sekitar lokasi tenggelamnya kapan Onrust.

Warga Muara Teweh lainnya Ariel Rakhmadhan menyebutkan sejumlah barang peninggalan pejuang Barito Tumenggung Surapati masih tersimpan dengan baik di rumah orangtuanya Setia Budi yang merupakan keturunan atau generasi kelima dari pejuang tersebut di antaranya berupa meriam, pistol dan mandau (senjata tajam khas Suku Dayak) serta alat-alat makan.

“Nenek moyang kami Tumenggung Surapati sebagai komandan saat penenggelaman kapal Onrust tersebut,” kata Ariel.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Barito Utara Arbaidi mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan inventarisasi potensi wisata sejarah tenggelamnya Kapal Onrust.

“Kami akan menjajaki kalau dibuatkan jalan darat untuk menuju lokasi tersebut sehingga memudahkan masyarakat yang ingin mengunjungi lokasi itu, terutama Sungai Barito surat,” kata dia.

Kapal Onrust itu beberapa tahun lalu sudah dilakukan survei untuk mengetahui titik koordinat lokasi karamnya di Sungai Barito, Lalutung Tour.

Hasil survei tim arkeologi dari Balai Arkeologi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada September 2006, secara fisik Kapal Onrust memang benar ada meski hampir semua fisik kapal sudah terendam lumpur

“Lokasi kapal itu berada pada Lintang Selatan (LS) 00.56 derajat 57.4 detik dan Bujur Timur 114 52 derajat 32.7 detik atau sekitar 2,2 kilometer arah hilir atau selatan kota Muara Teweh,” jelas dia.

Survei arkeologi bawah air di Sungai Barito ketika itu untuk mencari kedudukan dan lokasi secara pasti, serta koordinat dari bangkai Kapal Onrust yang tenggelam pada akhir abad XIX dalam pertempuran rakyat dipimpin pejuang Barito Tumenggung Surapati melawan Belanda.

Menurut dia, tenggelamnya kapal yang secara fisik, terutama badan kapal yang terbuat dari pelat dan baja itu masih relatif cukup baik karena proses karatannya tidak terlalu parah.

Hal itu dinilainya berbeda dengan kapal-kapal besi yang tenggelam di perairan laut karena lebih mudah mengalami karatan.

Meski ada kerusakan, dia mengemukakan bahwa kerusakan yang terjadi karena hal yang bersifat mekanis, seperti terjangan kayu-kayu besar, lumpur pasir, dan batuan yang terbawa arus sungai.

Apalagi, lanjut dia, lokasi tenggelamnya kapal itu berada di tikungan sungai berarus deras.

“Jadi, secara fisik secara umum dilaporkan tim arkeologi itu masih cukup kuat karena proses korosi tidak terlalu parah sehingga masih memungkinkan diangkat ke permukaan,” kata Arbaidi.

Dari hasil survei dan menghimpun sejumlah narasumber dari warga setempat, dia mengemukakan bahwa fisik kapal pecah menjadi dua bagian dan pada posisi yang diketahui koordinatnya itu merupakan bagian haluan hingga badan kapal ke belakang sepanjang 18.40 meter.

Bagian lainnya, sekitar 300 meter arah hilir dari titik kapal yang ditemukan itu.

Sementara itu, berdasarkan data dari Museum Perkapalan Belanda (Scheepvaart Museum Amsterdam) disebutkan Kapal Onrust merupakan kapal uap Belanda yang dibuat pada tanggal 15 September 1845 dengan panjang 24 meter, lebar 4 meter, dan luas kapal di dalam air 1,15 meter dengan daya mesin uap 70 tenaga kuda (PK).

Kapal itu bermesin uap dilengkapi persenjataan meriam pelempar peluru seberat 24 pond dan enam senapan mesin yang berputar (gatling gun Amerika) itu dibawa ke Indonesia pada tahun 1846.

Sebelum ditenggelamkan dalam perang Barito oleh perjuangan rakyat dipimpin Tumenggung Surapati, yang pejuang tangan kanan Pangeran Antasari, pada tanggal 26 Desember 1859, kapal tersebut sempat berlabuh di Pelabuhan Telawang Banjarmasin pada tahun 1859.

Pada peristiwa berdarah itu menewaskan Letnan Bangaert C. bersama 50 serdadu marinir dan 43 anak buah kapal Onrust yang ikut tenggelam setelah salah seorang pejuang membuka keran air di ruang palka hingga Kapal Onrust tenggelam.

img

Dokumen – Kapal Onrust ketika bersandar di Pelabuhan Telawang Banjarmasin, Kalsel sekitar tahun 1859 atau sebelum ditenggelamkan pada 26 Desember 1859 di pedalaman Sungai Barito. Foto - Antara/Scheepvaart Museum Amsterdam

Baca Juga:Kapolres Barut Tinjau Posko Karhutla

Baca Juga:Picu Kebakaran 5 Hektar Lahan, Pembuat Arang Ditangkap

Sumber: Antara

Editor: Aprianoor



Komentar
Banner
Banner