bakabar.com, JAKARTA - Solois Scene Queen menolak diam dan memilih bersuara lantang lewat single terbaru bertajuk "18+" dengan membawa pesan menentang pelecehan seksual dan perilaku manipulatif para pelakunya dalam industri musik yang ia tekuni.
"Saya sengaja menuliskan lirik '18+' dan berharap bisa menjadi kontroversi. Misi saya adalah membuat lagu ini tak hanya soal seruan pribadi, namun, menjadi bahan perdebatan di skena seluas mungkin.
Misalnya tentang band mana yang membuat saya kesal atau liriknya yang meresahkan," kata Scene Queen lewat informasi tertulis, Selasa (21/3).
Penyanyi bernama asli Hannah Collins tersebut memang kerap diidentikkan sebagai seniman musik yang mengusung feminisme sebagai tema sentral karya-karyanya di album "Bimbocore Vol.2".
Lewat karya terbarunya itu, Scene Queen berupaya mengentaskan tema yang menurutnya jarang sekali dibicarakan dalam industri musik selama sepuluh tahun terakhir.
"Saya meninggalkan skena musik sekitar tahun 2015 karena tidak merasa ada ruang aman bagi perempuan. Saat itu saya bersumpah bahwa bila kembali maka harus menggelorakan apa yang menjadi misi saya hingga rasa aman tersebut terwujud," kata Scene Queen.
Lewat single "18+", penyanyi berusia 25 tahun tersebut menilai perilaku predator seksual adalah sesuatu yang telah terjadi di skena musik selama bertahun-tahun dan masih terjadi hingga saat ini.
"Jika saya terus menunggu waktu yang tepat dan cara termudah untuk memulai perbincangan, maka saya tidak akan pernah mendapatkan kesempatan tersebut," ungkap Scene Queen.
Sejak teaser-nya dirilis daring beberapa pekan lalu, single "18+" telah diintip oleh lebih dari jutaan pendengar di seluruh dunia yang tertarik dengan keunikan Scene Queen.
Dia kerap tampil bernuansa serba pink sekaligus menjadi amat frontal meneriakkan lirik misoginis berbalut musik emo-metal.
Sebagian dari keuntungan bersih penjualan "18+" akan disumbangkan oleh Scene Queen kepada organisasi antikekerasan seksual Rape, Abuse & Incest National Network (RAINN).