bakabar.com, JAKARTA – Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang mengaku adanya aturan yang tumpang tindih dalam penetapan kenaikan UMP 2023
Pemerintah sebelumnya telah menetapkan aturan terkait kenaikkan UMP 2023. Aturan tersebut yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 18 tahun 2022.
Tapi, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.36 tahun 2021, sudah ditetapkan aturan penetapan kenaikkan UMP.
“Sampai saat ini, pengusaha tetap berpedoman dengan PP itu, supaya jangan sampai ada aturan tumpang tindih, atau aturan di atas aturan,” ujar Sarman kepada wartawan dalam Rapimnas Kadin 2022 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (2/12).
Jika memang pemerintah ingin melakukan perubahan terkait kebijakan pengupahan pekerja, pemerintah seharusnya melakukan perundingan bersama.
Pemerintah harus mendiskusikan kenaikkan UMP bersama dengan pengusaha dan pekerja, sehingga bisa mentapkan peraturan yang sesuai dengan keinginan kedua belah pihak.
“Karena kalau kita berbicara UMP itukan bukan hanya soal kepentingan buruh, tetapi juga dunia usaha karena pengusaha yang pada akhirnya menggaji buruh,” ungkap Sarman.
Untuk itu, pengusaha membutuhkan regulasi yang pasti terkait penetapan UMP dan dalam penetapannya pemerintah harus melakukan perundingan bersama pengusaha.
“Itulah alasan KADIN bersama dnegan APINDO menyampaikan terpaksa gugatan karena butuh kepastian hukum,” papar Sarman.
Diketahui, pemerintah telah menetapkan Permenaker No. 18 Tahun 2022, mengenai kenaikan UMP.
Dalam aturan tersebut ditetapkan bahwa UMP tahun 2023 dibatasi maksimal sebsar 10 persen.