Bisnis

Soal Kenaikan UMP Kalsel Jauh dari Tuntutan, Begini Pandangan Pengamat

Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Kalsel telah ditetapkan kemarin. Kenaikannya sebesar 4,22 persen.

Featured-Image
demo buruh tuntut kenaikan UMP Kalsel 15 persen beberapa waktu lalu. Foto: Istimewa

bakabar.com, BANJARBARU - Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Kalsel telah ditetapkan kemarin. Kenaikannya sebesar 4,22 persen.

Jika dirincikan, kenaikan UMP Kalsel sebanyak Rp 132.834. Dari Rp 3.149.977 menjadi Rp 3.149.977.

Menanggapi itu, Ketua Pusat Kajian Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan LPPM ULM, Dr Hastin Umi Anisah mengatakan, memang kenaikan UMP Kalsel jauh dari tuntutan.

Menurutnya, rendahnya kenaikan UMP Kalsel disebabkan kondisi ekonomi global yang sedang bergejolak dan dengan adanya konflik geopolitik yang nilainya memicu inflasi.

"Di mana inflasi Indonesia telah mencapai nilai 5,71 persen. Sehingga akan berdampak terhadap beberapa sektor industri secara berbeda-beda," ujar Hastin, Rabu (22/11/2023).

Hastin mengutip perkataan Arsjad Rasjid (Ketua Umum Kadin) yang menyebut kebijakan kenaikan upah minimum pada satu periode, sebaiknya menargetkan pada industri dengan laju pertumbuhan ekonomi terbesar.

"Atau winning industri pada periode tersebut. Jika tidak, kebijakan kenaikan upah tersebut akan memberatkan pelaku usaha," paparnya.

Dimana ketentuan upah minimum tahun 2023 ini diimbangi insentif bagi industri yang terdampak ekonomi global. adanya penurunan kinerja ekspor sebesar 10,99 persen pada September kemarin menjadi US$24,8 miliar dibandingkan pada Agustus.

Karena itu ujar Hastin, untuk mengedepankan keberlangsungan kegiatan industri di Indonesia, khususnya di Banua, penting pula agar pemerintah mengedepankan dialog sosial dan musyawarah.

"Hal ini tentu untuk mencapai titik tengah antara tenaga kerja dan industri," katanya.

Selain itu, pemerintah juga dapat menciptakan regulasi yang tertarget, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan karakter setiap sektor industri.

Hastin berkata, penetapan upah dalam sistem kapitalisme tidak berdasarkan manfaat tenaga atau jasa yang diberikan kepada masyarakat.

"Yang sejatinya merupakan problem mendasar pengupahan dalam sistem kapitalisme," tuturnya.

Dalam pandangan kapitalisme upah ditetapkan berdasarkan kebutuan hidup minimum atau yang disbut dengan KHL atau kebutuhan hidup layak.

KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk hidup layak secara fisik dalam 1 bulan.

KHL juga menjadi dasar dalam penetapan Upah Minimum. Namun standar yang dimaksud adalah standar hidup yang minimal yang sekadar bisa dipakai untuk hidup dalam taraf amat sederhana.

"Hal ini tentu saja mengkonfirmsi bahwa dalam sistem kapitalisme gagal dalam mensejahterakan pekerja atau buruh," tegasnya.

Berbeda dalam sistem Islam, penetapan upah didasarkan pada manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja. Baik upah itu mencukupi kebutuhannya ataupun tidak.

Dengan demikian upah pekerja antar sektor dan profesi akan berbeda-beda dan relatife berbeda. Di mana upah tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja.

Sehingga mereka dapat merujuk kepada pendapat ahli ketenagakerjaan mengenai jumlah yang sesuai dengan harga pasar tenaga kerja.

Namun penetapan upah tidak boleh didasarkan pada harga barang dan jasa yang dalam jangka pendek dapat berubah-ubah akibat perubahan keseimbangan penawaran dan permintaan komodistas tersebut.

Jika itu terjadi, maka akan mengakibatkan upah tersebut naik turun sewaktu-waktu," tandasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner