bakabar.com, BARABAI – Perkara pembunuhan 2 bocah di Kecamatan Batu Benawa Hulu Sungai Tengah (HST) masuk babak akhir.
Sang ibu kandung atau terdakwa Sutarti divonis satu tahun rehabilitasi kejiwaan.
Putusan setebal 30 halaman lebih itu dibacakan majelis yang dipimpin Hakim Ketua, Dian Kurniawati serta dua Hakim Anggota, Anggita Sabrina dan Rahmah Kusmayani yang berada di Ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri Barabai, Selasa (20/4).
“Putusannya terbukti dakwaan Penuntut Umum (PU) seperti pada Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan masuk rehab mental dan jiwa selama setahun,” kata JPU, Prihanida Dwi Saputra usai sidang putusan kepada bakabar.com.
Dalam putusan, majelis hakim memerintahkan….
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Dalam putusan majelis hakim, memerintahkan agar JPU mengeluarkan terdakwa dan menempatkannya ke RS Hasan Basri di HSS selama setahun.
Di sana Sutarti akan menjalani rehabilitasi gangguan kejiwaan yang dialaminya.
Dipilihnya RS Hasan Basri, kata Hanida agar memudahkan keluarga membezuk. Sebab jaraknya tidak terlalu jauh dengan HST.
“Jadi rehab medis jalan rehab sosialnya juga jalan. Itu salah satu pertimbangannya,” tutup Hanida.
Pascaputusan dibacakan majelis hakim, Penasihat Hukum, Akhmad Gazali Noor memilih tidak mengambil upaya hukum.
“Kami menerima putusan itu,” kata Gazali menjawab pertanyaan hakim ketua.
Amar putusan yang dibacakan majelis hakim, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang menyebabkan mati sebagaimana dalam dakwaan.
Majelis juga menyatakan Sutarti mengalami gangguan jiwa berat bersifat organik dan gangguan suasana perasaan. Hal itu memenuhi ketentuan Pasal 44 Ayat 1 KUHP sehingga terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Dalam sidang pemeriksaan ahli sebelumnya, spesialis kejiwaan di RS Hasan Basri Kandangan HSS, Dokter Sofyan Nata Saragih menyebutkan terdakwa mengalami gangguan jiwa berat.
Hal itu didapatkannya kesimpulan dari hasil observasi sejak 25 November 2020 – 4 Januari 2021.
Saragih mengaku kondisi kejiwaan Sutarti berbeda dari pasien-pasien yang pernah ditemuinya. Bahkan proses observasi kejiwaannya melibatkan dokter penyakit dalam.
Saragih menjelaskan, gangguan jiwa berat yang dialami Sutarti bersifat organik dan suasana perasaan.
“Ini dua penyakit yang berjalan bersama. Ada masalah yang menggangu fungsi otaknya,” kata Saragih saat sidang kedua di ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Selasa (23/3) sore.
Dipaparkan Siragih, untuk mengetahui kondisi kejiwaan Sutarti itu, dia menggunakan dua metode. Yakni wawancara dan observasi.
“Mekanisme observasi per 24 jam lewat CCTV lamanya 14 hari, belum ada hasil atau simpulan jadi ditambah 28 hari. Observasi dengan wawancara, kemudian dilihat psikomotorik, prilaku, dan kognitif, saya wawancarai Sutarti setiap hari,” terang Saragih.
Selain itu, dia juga melakukan kunjungan (visit) terhadap keluarga Sutarti. Hal itu dilakukan untuk menggali langsung sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan Sutarti sebelumnya.
Sebelumnya diberitakan bakabar.com, dua bocah ditemukan tak bernyawa di kediamannya.
Ironisnya, bocah laki-laki dan perempuan itu ditemukan tanpa memakai busana dengan sang ibu.
Dua saudara itu ditemukan setelah warga setempat yang disaksikan anggota Polres HST mendobrak pintu rumahnya di Desa Pagat RT 8 Kecamatan Batu Benawa, Hulu Sungai Tengah (HST), Rabu (25/11) sore.
Dua bocah itu diduga dibunuh oleh ibu kandungnya sendiri, Sutarti.
Warga menduga Sutarti nekad membunuh dua anaknya tersebut lantaran mengalami depresi.
Dugaan itu terlintas lantaran kondisi Sutarti saat ditemukan dalam keaadaan tanpa busana bersama dua anaknya dan mengoceh tak jelas.
Hingga saat hendak diamankan pihak kepolisian pun, dia masih meranyau tak jelas.
“Kalau dibilang depresi, ya harus dibuktikan dulu. Sekarang masih dalam proses observasi kejiwaan,” kata Dany.
Berdasarkan hasil visum et repertum pada tubuh dua bocah atau anak kandung Sutarti, tidak didapati tanda-tanda kekerasan.
Dikatakan Dany, lama kematian MNH dan SNH berkisar antara 4 sampai 8 jam.
Penyebab kematian anak laki-laki dan perempuan Sutarti itu disebutkan mati lemas. Diduga akibat mulut dan hidung kedua bocah itu dibekap.
“Tanda mati lemas karena kehabisan oksigen,” terang Dany.
Mendalami kasus ini, penyidik Polres HST sudah memeriksa 5 saksi. Namun polisi tidak membeberkan siapa saja yang telah diperiksa.
Informasi yang dihimpun bakabar.com, dua di antara saksi itu masih belia. Yakni, AN (15) dan RI (9).
Kaka beradik inilah saksi kunci atas kejadian itu. Mereka mendapati dua adik tirinya, MNH (6) dan SNH (4) sudah tak bernyawa di kamar rumah ibu kandungnya sendiri sekitar pukul 09.00-10.00 di Desa Pagat RT 8, Rabu (25/11).
Runtut kejadian diceritakan paman saksi, Ipul (50) yang juga adik ipar Sutarti. Dia baru tau kronologi kejadiaan setelah RI menceritakan kesaksiannya kepada penyidik.
“Dari yang saya dengar, mulanya anak kandungnya yang laki-laki, tubuhnya dibalut menggunakan kain. Kemudian dari leher hingga kepala juga diikat kain, seperti mayat,” ujar Ipul.
Kemudian, anak yang perempuan masih berumur 4 tahun. Dari pengakuannya, mulut dan hidung bocah ini ditutup menggunakan tangan.
“Melihat hal itu, anak tirinya jadi lari ke tempat saya tanpa menggunakan baju tadi. Mungkin karena saking takutnya. Tapi waktu itu dia tidak bicara apa-apa sampai saya antar ke rumah keluarganya di Waki (salah satu desa di Kecamatan Hantakan),” tutup Ipul.
Pasca kejadian itu, kejiwaan Sutarti diobservasi di RS Kandangan oleh dokter spesialis ahli di bidangnya.
Selama 3 minggu diobservasi, dokter kejiwaan di RS Kandangan itu baru bisa menyimpulkan hasilnya.
“Berdasarkan hasil observasi yang kami terima, sesuai hasilnya, tersangka memang mengalami gangguan jiwa,” kata Kasat Reskrim Polres HST, AKP Dany Sulistiono pada bakabar.com, Kamis (17/12/2020) silam.
Atas perbuatan itu, Sutarti dijerat Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.