bakabar.com, MARABAHAN - Demi pelayanan yang lebih baik, Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Barito Kuala membuat perubahan signifikan terkait durasi pembuatan SPPT PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Sedianya hasil survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) semester I/2025 yang diperoleh BPPPRD Batola terbilang sangat baik, karena menyentuh angka 92,32.
Beberapa aspek yang mendapat ponten positif adalah kesesuaian persyaratan, prosedur pelayanan, kewajaran biaya, kesesuaian pelayanan, kompetisi petugas dan penanganan pengaduan.
Namun demikian, bukan berarti kinerja BPPRD Batola tanpa kritik dan saran perbaikan. Faktanya sekitar 45 persen wajib pajak mengeluhkan proses pembuatan SPPT PBB untuk objek pajak baru yang terlalu lama.
Keluhan tersebut cukup beralasan, mengingat sebelumnya proses pembuatan SPPT PBB untuk objek pajak baru berdurasi kurang lebih 30 hari.
Kemudian wajib pajak juga mengeluhkan proses pengajuan BPHTB yang dianggap tidak sesuai Standar Pelayanan (SP) dan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Berangkat dari kritik tersebut, BPPRD Batola menggelar Forum Komunikasi Publik (FKP) yang menghadirkan perwakilan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Selatan dan Tengah, Kamis (14/8).
Juga berhadir perwakilan Kantor Pertanahan, dan Bagian Organisasi Sekretariat Daerah (Setda) Batola, serta notaris/PPAT, media massa dan wajib pajak.
"Tentunya penyelenggara pelayanan wajib mengikutsertakan masyarakat dalam merumuskan penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya membangun sistem pelayanan yang adil, transparan dan akuntabel," papar Dahtiar Fajar, Kepala BPPRD Batola.
"Diharapkan FKP menghasilkan pemahaman dan solusi di antara penyelenggara pelayanan dengan masyarakat, sehingga diperoleh kebijakan yang efektif dan tidak berdampak negatif," imbuhnya.
Multazam dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Selatan dan Tengah, menjelaskan bahwa penerbitan SPPT massal maupun pendaftaran objek pajak baru (non massal) diestimasi selesai kurang lebih 11 hari kerja.
"Adapun dasar hukum jangka waktu tersebut diatur dalam Peratuan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2021. Demikian pula SOP penyelesaian BPHTB," beber Multazam.
Berangkat dari aturan tersebut, akhirnya disepakati waktu penyelesaian pembuatan SPPT PBB untuk objek pajak baru adalah 10 hari kerja sejak berkas dokumen dinyatakan lengkap.
Sedangkan BPHTB yang dilakukan penilaian di tempat berdurasi 1 hari sejak berkas dokumen dinyatakan lengkap. Adapun BPHTB yang memerlukan pemeriksaan lapangan, maksimal 10 hari kerja sejak berkas dokumen dinyatakan lengkap.
"InsyaAllah SOP 10 hari kerja dapat dilakukan, dan petugas juga telah dikoordinasikan," sahut Debby Wulandari, Kabid Pengembangan dan Pelayanan BPPRD Batola.
Selain SOP dan SP, FKP juga membahas hal-hal lain yang berkaitan. Salah satunya BPHTB tetap dikenakan kepada penerima hak dalam program sertifikasi tanah seperti Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona).
Kemudian BPHTB waris atau hibah wasiat tidak dikenakan 100 persen, mengingat Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) di Batola ditetapkan dibawah Rp300 juta.
Sementara pengelola tanah wakaf juga berhak meminta penghapusan PBB kepada otoritas setempat, setelah mendapatkan sertipikat wakaf.
Penyebabnya tanah wakaf yang telah dijadikan fasilitas umum bukan lagi objek PBB, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985.