bakabar.com, BANJARMASIN - Gembar-gembor proyek kereta api Trans Kalimantan di Kalimantan Selatan kembali mencuat. Lantas seberapa butuh masyarakat dengan sarana transportasi ini?
Sebelumnya megaproyek itu dijanjikan Presiden Joko Widodo, ketika melakukan kampanye Pilpres 2019.
Sebagian pihak beranggapan proyek tersebut kurang realistis, mengingat kebutuhan anggaran proyek kereta api mencapai Rp24 triliun.
Belakangan rencana tersebut kembali mencuat, setelah stakeholders instansi perhubungan menggelar koordinasi perencanaan strategis dan pemetaan agenda mapping pembangunan 2024.
Lantas apakah masyarakat Kalsel memang membutuhkan kehadiran kereta api Trans Kalimantan tersebut?
Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah, menilai kereta api Trans Kalimantan memang diperlukan, mengingat Kalsel akan menjadi pintu masuk Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara.
"Seiring kepindahan ibu kota, hampir dipastikan penduduk akan semakin padat dam aktivitas di jalan raya meningkat. Praktis moda transportasi untuk mengurai kemacetan akan diperlukan," papar Nasrullah, Minggu (26/2).
Pun Nasrullah lebih merekomendasikan pembangunan proyek kereta api daripada membuat jalan tol. Alasannya pembangunan rel kereta api lebih sedikit memerlukan lahan daripada jalan tol.
"Ketimbang jalan tol, kereta api memerlukan space yang lebih sedikit. Seperti di Jawa, warga masih bisa mendirikan rumah di sekitar rel kereta api," tutur Nasrullah.
Sedangkan jalan tol membutuhkan space lahan yang luas, kemudian lebih banyak digunakan kendaraan pribadi, "Berbeda dengan kereta api yang bersifat transportasi publik," papar Nasrullah.
Namun lantaran bersifat transportasi publik, dikhawatirkan pengerjaan proyel kereta api berjalan lambat, "Mengingat keperluan publik kerap disepelekan daripada yang berkaitan dengan kepentingan pengusaha," kritik Nasrullah.
"Makanya para politisi harus bisa memperjuangkan proyek tersebut agar bisa segera teralisasi," tandasnya.