Sembilan di tahun di Turki, tak membuat Firdaus nyaman tinggal di negeri sekuler tersebut. Kemeriahan Ramadan di kampung halaman (Banjarmasin) berbanding terbalik dengan keadaan yang di alaminya. Meski pedih, dia bersyukur bisa menjadi dirinya sekarang, seorang relawan kemanusiaan.
Nita, BANJARMASIN
Sudah memasuki tahun ke sembilan, Firdaus Guritno (27) melewati suasana Ramadan di Turki. Di sana, dia aktif dalam organisasi kerelawanan berskala internasional.
"Sekarang bekerja di Aksi Cepat Tanggap (ACT) di bagian Global Humanitarian Response, khususnya Desk Middle East Africa," ucap pria kelahiran Banjarmasin 21 Juli 1991 ini kepada bakabar.com.
Tinggal di negara yang mempunyai perpaduan budaya timur dan barat, Firdaus mengaku ada beberapa kendala yang masih dia rasakan.
"Sebagian penduduk Turki masih menganut sekuler serta sistem pemerintahan tidak mengatur regulasi ketika Ramadan. Jadi warung, kafe dan restoran tetap buka seperti hari-hari biasanya. Kendala lainnya kalau terlewat sahur karena kelelahan, di sini salat tarawih selesai sekitar jam 12 malam dan saat pulang ke rumah bisa jam 1 malam. Kalau skip sahur, harus siap menahan puasa selama 17 jam," jelas Firdaus.
Saat ini, Turki sedang memasuki musim panas di mana siang lebih lama daripada malam. Dia harus menghadapi cuaca panas kering dengan tingkat kelembaban yang rendah dan puncak musim panas berkisar hingga 30o .
Meski tidak sepenuhnya umat muslim di sana berpuasa, namun sambutan baik tetap ia dapatkan dari masyarakat sekitar. Untuk beribadah sebutnya, juga tidak mengalami kendala karena Turki memiliki banyak Masjid yang indah dan unik sehingga ia masih bisa merasakan semarak keislaman.
"Memang tidak 100 persen warga muslim di sini berpuasa, tapi saya masih merasakan kebersamaan lewat tradisi berbuka bersama. Semarak keislaman juga lambat laun merebak di negara ini. Ada beberapa Masjid besar yang mengadakan tarawih khatim, yaitu tarawih 20 rakaat dengan menyelesaikan 1 juz sehingga khatam di akhir Ramadhan," ungkapnya.
Sama seperti kebanyakan perantauan, suasana Ramadan yang berbeda dari kampung halaman menjadi hal yang sangat mereka rindukan. Bagi Firdaus, ia merindukan gema takbir berkumandang.
"Di sini takbiran hanya dilakukan di dalam masjid dan waktu terbatas. Tidak seperti di Indonesia yang sangat menggema di jalan-jalan bahkan biasanya ada konvoi takbiran. Di sini jalanan normal seperti biasa ketika malam takbiran sehingga hampir tidak mendapatkan suasana lebaran," tuturnya.
Selain faktor suasana yang berbeda, Firdaus juga merindukan kue-kue khas Ramadan. Pria penggemar Bingka ini, harus beradaptasi dengan hidangan-hidangan khas Turki.
"Ada beberapa kultur makanan di Turki yang hanya ada di bulan Ramadhan yaitu Ramazan Pidesi dan Gullac."
Sekedar diketahui, Ramazan Pidesi adalah sejenis roti padat yang dibentuk tipis melingkar dengan bumbu wijen di atasnya. Makanan ini biasa dijadikan pendamping makanan utama ketika Ramadan.
Sedangkan Gullac adalah kue yang terbuat dari tepung pastry dan air susu dengan toping buah di atasnya. Makanan penutup ini biasa disajikan dalam kondisi dingin.
"Turki terkenal dengan makanan atau kue yang sangat manis seperti Baklava, Turkish Delight, Kunefe dan lainnya. Namun karena terlalu kuat manisnya, maka dibuatlah Gullac sebagai penganan yang mudah dicerna dengan tekstur yang lembut," sebutnya
Aktif diberbagai organisasi kemanusiaan dan komunitas kerelawanan, Firdaus berharap ilmu yang ia miliki dapat bermanfaat dan bisa diaplikasikan untuk kebaikan.
"Bekerja di ACT juga membuat saya sering berkesempatan merasakan Ramadan di perbatasan Turki-Suriah, berbuka puasa bersama ratusan anak-anak yatim suriah yang tentunya menjadi pengalaman tersendiri," imbuhnya.
Selain bekerja untuk ACT, Firdaus juga aktif sebagai presiden di komunitas IQR For Humanity. Sebelumnya ia juga pernah memegang beberapa jabatan penting diantaranya sebagai Ketua MPA PPI Turki, Ketua PPI Istanbul, HRD FLP Turki, Pendsosbud MII, Presiden YEES! Conference.
Baca Juga: MUI Kalsel Imbau Jemaah Seluruh Masjid Salat Ghaib untuk Ustaz Arifin Ilham
Baca Juga: Peringatan Nuzulul Quran di Masjid Jami; Setiap Jemaah Baca Satu Juz Alquran
Reporter : AHC09Editor: Muhammad Bulkini