Banjarmasin Hits

Sejarah Panjang Burung Garuda : Orang Dayak Sang Pemahat Ulang Patung Garuda

Telah menjadi indetitas yang melekat bahwa lambang Negara Republik Indonesia adalah Burung Garuda ataupun Garuda Pancasila.

Featured-Image
Sejarah Panjang Burung Garuda : Orang Dayak Sang Pemahat Patung Ulang Garuda. Foto - Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Telah menjadi indetitas yang melekat bahwa lambang Negara Republik Indonesia adalah Burung Garuda ataupun Garuda Pancasila.

Secara historis lambang negara berupa Burung Garuda ini merupakan Seserahan Penikahan dari Patih Lohgender (seorang Patih atau Pengawal Keluarga Raja Sri Djaja Negara dari Kerajaan Majapahit) kepada Putri Dara Juanti (seorang Putri Raja Demong Irawan, Kerajaan Sintang) pada tahun 1321 M.

Kejadian ini bermula dari ditawannya Putra Demong Nutup oleh Patih Lohgender Kerajaan Majapahit setelah dirinya merantau ketanah Jawa .

Kemudian oleh Raja Demong Irawan Kerajaan Sintang, ditugaskanlah Putri Dara Juanti yang menyamar sebagai seorang laki-laki tahun 1320 M untuk mencari saudara lelakinya Demong Nutup.

Pihak Kerajaan Sintang juga turut mengirim seorang pendekar sebagai pengawal Putri Dara Juanti  yang bernama Mada (seorang pendekar berasal dari orang Dayak yaitu Dayak Desa).

Keberangkatan Mada ini kemudian menjadi sejarah lahirnya sebuah Situs Kramat di Desa Sembilan Domong Sepuluh, yang sampai saat ini situs tersebut masih ada dan disakralkan oleh masyarakat Dayak Desa (Desa Modang, Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat).

Setelah sampai dikerjakan Majapahit Putri Dara Juanti dan Mada langsung mengahadap Patih Lohgender untuk membebaskan saudaranya Demong Nutup. Akan tetapi Patih Lohgender mengajukan sebuah syarat agar Ia mau membebaskan Demong Nutup, yaitu dengan menyuruh Putri Dara Juanti berenang menyebrangi sungai.

Syarat tersebut kemudian disetujui, saat berenang menyeberangi sungai disitulah tersingkap bahwa Dara Juanti bukanlah seorang laki-laki melainakan seorang putri yang cantik jelita.

Mengetahui akan hal itu, Patih Lohgender langsung jatuh hati dan langsung melamar Putri Dara Juanti. Lamaran tersebut kemudian diterima oleh Putri Dara Juanti dengan juga mengajukan sebuah syarat dengam meminta dibuatkan Keris Sakti oleh seorang Mpu (pembuat keris) yaitu Keris Elok Berkepala Naga, Seperangkat Gamelan beserta Gong Berkepala Burung Garuda, dan 40 kepala keluarga Jawa untuk menguatkan pinangan. Dari sinilah terungkap asal usul adanya keluarga Suku Jawa di Sintang atau dipulau Borneo.

Putri Dara Juanti juga meminta agar Mada dididik dikerajaan Majapahit, kelak Mada inilah yang mengganti Patih Lohgender menjadi Patih Kerajaan Majapahit begelar Gajah maka namanya kemudian menjadi Gajahmada tahun 1334 – 1359 dinukil dari akun Facebook Jurnal News Borneo.

Pada akhirnya Putri Dara Juanti menjadi Istri Patih Lohgender dan kembali bersama saudaranya Demong Nutup ke kerajaan Sintang.

Dari perkawinan Putri Dara Juanti dan Patih Lohgender inilah yang menyebabkan terjalinya hubungan baik antara masyarakat Dayak dan Suku Jawa di Sintang jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.

Dari kejadian tersebut oleh seorang pemahat dan pematung bersuku Dayak dari Kerajaan Sintang bernama Sultha Manggala yang kemudian memahat ulang Patung Garuda itu dan menjadi Lambang Kerajaan Sintang sampai saat ini.

Editor


Komentar
Banner
Banner