bakabarcom, JAKARTA - Sidang perdana gugatan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjarbaru bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Kamis (9/1/2025).
Ada empat pemohon yang mengajukan gugatan hasil pilkada Banjarbaru. Mereka adalah warga Kota Banjarbaru yang tergabung dalam Lembaga Akademi Bangku Panjang Mingguraya (LABPM) yang terdiri dari Hamdan Eko Benyamine, Hudan Nur, Zepi Al Ayubi, dan Sandi Firly.
Kemudian, Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara, Muhamad Arifin. Lalu, dua orang warga Banjarbaru atas nama Udiansyah dan Abdul Karim. Terakhir, calon wakil wali kota Banjarbaru yang didiskualifikasi KPU Said Abdullah.
Sidang Perkara Nomor 05, 06, 07 dan 09/PHPU.WAKO-XXIII/2025 itu dilaksanakan oleh Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Pada intinya, keempat pemohon mempersoalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru yang mengambil hak suara pemilih, dengan meniadakan mekanisme kolom kosong pada pilkada yang hanya dikuti satu pasangan calon. Mereka meminta dilakukan pilkada ulang dan kemenangan paslon paslon Erna Lisa Halaby dan Wartono dibatalkan.
Awalnya Pilkada Kota Banjarbaru akan diikuti dua pasangan calon, yakni nomor urut 1 Erna Lisa Halaby-Wartono dan nomor urut 2 Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah.
Namun pada 31 Oktober 2024, KPU Kota Banjarbaru selaku Termohon membatalkan pencalonan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah, yang diduga melakukan pelanggaran administratif atas Pasal 71 ayat (3) juncto ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Kendati sudah dibatalkan pencalonannya, KPU Kota Banjarbaru tidak menerapkan sistem pasangan calon melawan kotak kosong. Justru gambar Aditya-Said tetap terdapat di surat suara dan pemilih yang mencoblosnya dianggap suara tidak sah.
Hasilnya, Lisa-Wartono yang meraih 36.135 suara dinyatakan menang pilkada. Sementara 78.736 suara yang tidak memilih Lisa-Wartono dianggap tidak sah.
Berdasarkan hasil Pilkada tersebut, Pemohon Lembaga Akademi Bangku Panjang Mingguraya (LABPM) merasa dicabut haknya atas tidak tersedianya kolom kosong tidak bergambar dalam kertas suara. Padahal, seharusnya terdapat kolom kosong dalam surat suara di Pilkada Kota Banjarbaru.
"Seharusnya, pascadiskualifikasi, Termohon menerapkan skema kolom kosong tidak bergambar, namun sampai saat pencoblosan tidak pernah dilakukan," ujar Kuasa Hukum Pemohon LABPM, Fitrul Uyun Sadewa, di Ruang Sidang Panel 3, Gedung MK I, Jakarta, Kamis (9/1/2024).
Pemohon menilai KPU Kota Banjarbaru selaku Termohon melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) karena tak menghadirkan kolom kosong dalam surat suara.
KPU Kota Banjarbaru dinilai sengaja mengabaikan Pasal 54C Ayat 2 UU Pilkada yang menyatakan, “Pemilihan satu pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon dan satu kolom kosong tidak bergambar.”
Tak hadirnya kolom kosong dalam surat suara, didalilkan Pemohon dimulai ketika KPU Provinsi Kalimantan Selatan berlandaskan Keputusan KPU Nomor 174 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang ditetapkan 23 November 2024. Instruksi tersebut yang kemudian diikuti oleh KPU Kota Banjarbaru dipandang sebagai pelanggaran secara terstruktur.
"Nyatanya Termohon seolah diam dan melegalkan kecurangan tersebut, sehingga pada saat pemilihan hanya 50 persen masyarakat yang datang ke TPS untuk melakukan hak pilih mereka dan hasilnya pilkada tahun ini dimenangkan oleh surat suara tidak sah," ujar Fitrul.
“Itu berarti mayoritas masyarakat Kota Banjarbaru tidak menginginkan paslon Lisa-Wartono menjadi wali kota dan wakil wali kota terpilih. Namun dipaksa untuk ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan KPU RI Nomor 174,” sambungnya.
Terkait pelanggaran secara sistematis, Pemohon melihat adanya upaya yang cenderung bertujuan untuk memenangkan satu pasangan calon tertentu. Upaya tersebut dimulai dari proses pendaftaran pasangan calon (27-29 Agustus 2024), pendiskualifikasian Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah (31 Oktober 2024), hingga tak dilakukannya cetak ulang surat suara yang berdampak kolom gambar pasangan calon nomor urut 2 yang tercoblos dianggap suara tidak sah.
Terakhir adalah masifnya pelanggaran terkait pembiaran KPU Kota Banjarbaru yang tak menghadirkan kolom kosong dalam surat suara di 403 TPS, tersebar di lima kecamatan dan 20 kelurahan.
Hal tersebut, kata Fitrul, tentu inkonstitusional. Karena bertentangan dengan Pasal 54D UU Pilkada: "KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada pemilihan satu pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari suara sah".
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 tertanggal 2 Desember 2024.
Selanjutnya, menetapkan perolehan suara dengan Lisa Halaby-Wartono 36.135 suara dan kolom kosong 78.736 suara.
"Memerintahkan kepada KPU Kota Banjarbaru untuk melaksanakan pemilihan ulang di Kota Banjarbaru pada tanggal 25 September 2025 dengan dimulai dari tahapan pendaftaran calon sebagaimana Pilkada yang dimenangkan oleh kolom kotak kosong," ujar Fitrul.
Senada, Pemohon lainnya, Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara, Muhammad Arifin, juga menyoroti tak hadirnya kolom kosong dalam Pilkada Kota Banjarbaru, meskipun hanya diikuti satu pasangan calon. Akibat dari keputusan KPU Kota Banjarbaru tersebut, pemilih yang mencoblos kolom pasangan calon nomor urut 2 dianggap sebagai suara tidak sah.
Pokok permohonan Pemohon Muhammad Arifin dan kuasa hukumnya sama dengan perkara Nomor 06/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang sidang pendahuluannya sudah digelar sebelumnya, di mana kuasa hukumnya adalah Denny Indrayana.
Namun, untuk pokok permohonan perkara 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dibacakan oleh kuasa hukum Muhamad Pazri.
Pemohon mendalilkan, Pilkada Kota Banjarbaru seharusnya menggunakan mekanisme pasangan calon tunggal, yakni Lisa Halaby-Wartono melawan kolom kosong pasca didiskualifikasinya Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah. Hal itu mengacu Pasal 54C ayat (1) huruf e dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Kalaupun tidak sempat mencetak suara, sudah menjadi kewajiban KPU Kota Banjarbaru untuk mencari cara dan jalan keluar agar suara para pemilih tidak terbuang sia-sia dan menjadi tak sah.
Jalan keluar yang paling memungkinkan adalah suara-suara tidak sah akibat mencoblos gambar pasangan calon nomor urut 2 dianggap sebagai suara dari kolom kosong.
Pemohon menyebut KPU Kota Banjarbaru menghilangkan hak pilih (right to vote) masyarakat Kota Banjarbaru. Sebab, Termohon tak menerapkan mekanisme pasangan calon tunggal melawan kolom kosong, sehingga melanggar Pasal 54C ayat (1) huruf e dan ayat (2) UU Pilkada juncto Pasal 80 dan Pasal 81 Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024.
Selain itu, tidak dilaksanakannya mekanisme calon tunggal melawan kolom kosong oleh KPU Kota Banjarbaru bertentangan dengan Putusan MK yang pada pokoknya melarang pemilihan umum dimenangkan secara aklamasi oleh calon tunggal. Putusan tersebut, antara lain Putusan MK Nomor 100/PUU-XIII/2015, Putusan MK Nomor 14/PUU-XVII/2019, dan Putusan MK Nomor 126/PUU-XXII/2024.
Pilwalkot Banjarbaru juga tidaklah bisa disebut sebagai pemilihan. Karena masyarakat yang memilih gambar pasangan calon nomor urut 2 alih-alih disebut memilih kolom kosong, justru dianggap sebagai suara tidak sah oleh KPU Kota Banjarbaru.
Untuk itu, Pemohon mendalilkan agar KPU RI menetapkan suara tidak sah menjadi kolom kosong dan mengambil alih Pilwalkot Banjarbaru. Jika suara tidak sah sebanyak 78.736 suara (68,5 persen) dialihkan ke kolom kosong, perolehan pasangan calon nomor urut 1 yang sebesar 36.135 suara (31,5 persen) tidak memenuhi Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024 yang tertanggal 02 Desember 2024. Selanjutnya, menetapkan perolehan suara dengan Lisa Halaby-Wartono (36.135 suara) dan kolom kosong (78. 736 suara).
Lalu, meminta MK memerintahkan kepada KPU RI untuk mengambil alih penyelenggaraan Pilwalkot Banjarbaru dengan mengulang seluruh tahapannya. Atau, membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tentang Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024 tertanggal 02 Desember 2024.
"Memerintahkan kepada KPU RI untuk mengambil alih dan melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di Kota Banjarbaru dengan mekanisme pasangan calon nomor urut 01 melawan kolom kosong," ujar Pazri.
Argumen senada disampaikan Denny Indrayana, yang menjadi kuasa hukum Pemohon Udiansyah dan Abdul Karim.
“Pemilukada Banjarbaru seharusnya dilaksanakan sebagai pemilukada calon tunggal, antara pasangan calon nomor 1 Erna Lisa Halaby dan Wartono melawan kotak kosong. Termohon (KPU Banjarbaru) tidak mencetak kolom kotak kosong,” ujar mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu.
Dalam pemilukada tersebut, KPU Kota Banjarbaru menerapkan aturan bahwa suara yang memilih Aditya Mufti-Said dianggap sebagai suara tidak sah. Namun, aturan ini dinilai bermasalah oleh masyarakat.
“Bila mengikuti alur terpikir termohon, maka paslon nomor 1 meski hanya mendapatkan satu suara saja, maka (paslon 1) menjadi pemenang pemilukada karena suara yang lain tidak sah,” kata Denny.
Ia menilai hak konstitusional masyarakat untuk memilih pemimpin telah direnggut karena tidak adanya opsi kotak kosong.
Sementara itu, Pemohon Said Abdullah mempersoalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru yang mendiskualifikasi dirinya dari Pilkada Banjarbaru. Calon wakil wali kota nomor urut 2 itu meminta MK untuk membatalkan hasil Pilkada Banjarbaru yang menetapkan pasangan nomor urut 1 Erna Lisa Halaby dan Wartono sebagai pemenang.
Hal itu disampaikan kuasa hukum Said Abdullah, Muhammad Andzar Amar, dalam sidang perkara 09/PHPU.WAKO-XXIII/2025.
Menurut Amar, rekomendasi Bawaslu yang menjadi dasar keputusan diskualifikasi hanya memuat rekomendasi pelanggaran administrasi, bukan diskualifikasi.
Dalam laporannya, imbuh dia, Wartono hanya melaporkan Aditya Muti yang merupakan petahana Wali Kota Banjarbaru. Namun, KPU dalam menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu justru mendiskualifikasi Aditya Mufti dan Said Abdullah. Diskualifikasi tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 124 Tahun 2024.
"Tidak didahului telaah hukum atau tidak ada panggilan terhadap pihak Pak Said dan pihak Pak Aditya yang dilaporkan maupun Bawaslu, sebelum dilakukannya rapat pleno. Lalu, tiba-tiba keluar diskualifikasi," kata Amar.
Said pun keberatan dengan Keputusan KPU untuk mendiskualifikasinya. Padahal, Said bukan merupakan pihak yang dilaporkan ke Bawaslu. Amar mengatakan seharusnya Said tetap dibiarkan ikut berkontestasi sendiri tanpa pasangan di Pilkada Banjarbaru.
"Pemohon (Said Abdullah) bukan pihak yang dilaporkan dan dilakukan pemeriksaan oleh Bawaslu. Jadi, hanya terhadap calon wali kotanya saja (Aditya Mufti) yang merupakan petahana pada saat itu," kata dia.
Dalam petitumnya, Said Abdullah meminta MK membatalkan Keputusan KPU Kota Banjarbaru Nomor 191 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjarbaru Tahun 2024. Pemohon juga meminta perolehan 78.736 suara terhadap dirinya dan Aditya Mufti dinyatakan sebagai suara sah.
"Atau memerintahkan kepada KPU Kota Banjarbaru untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di Kota Banjarbaru dengan suara pemilih pasangan calon nomor urut 2 menjadi suara sah pemohon," kata Andzar Amar.(*)