Politik

Salah Langkah, Gugatan Denny Bisa Rontok di MK

apahabar.com, BANJARMASIN – Denny Indrayana-Difriadi Darjat telah memasukkan sederet pokok permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP) gubernur…

Featured-Image
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Fikri Hadin. Foto: Dok.Pribadi

bakabar.com, BANJARMASIN – Denny Indrayana-Difriadi Darjat telah memasukkan sederet pokok permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP) gubernur Kalimantan Selatan (Pilgub Kalsel) 2020 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Bukti-bukti pelanggaran yang bakal diajukan pun tak sedikit. Jumlah mencapai 177 bukti pelanggaran. Dan bukti-bukti ini siap diurai di MK.

Paslon gubernur nomor urut 02 itu menggugat keputusan KPU Kalsel nomor 134/PL.02.06-Kpt/63/Prov/XII/2020 tentang Penetapan Hasil Penghitungan Suara Pilgub Kalsel 2020, 18 Desember kemarin.

Dalam salinan surat tertanggal 22 Desember tersebut, ada sederet pokok permohonan PHP Pilgub Kalsel 2020 yang dimasukkan Denny.

Mulai dari penyalahgunaan bantuan Covid-19 untuk kampanye, penyalahgunaan tagline ‘Bergerak’ pada program-program Pemprov Kalsel yang kemudian menjadi tagline kampanye petahana.

Kemudian, penyalahgunaan kewenangan, program, dan kegiatan untuk pemenangan paslon 01 yang dinilai melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (3) UU Pilkada.

Penegakkan Hukum Pilkada oleh Bawaslu Kalsel melanggar prinsip Pilkada yang jujur dan adil, serta tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Terakhir, soal pemungutan suara ulang di Kabupaten Banjar, dan Kecamatan Banjarmasin Selatan. Selain itu, terbaru juga disiapkan rekaman audio yang bakal dibeberkan di MK.

Jika dicermati materi yang diajukan Denny hampir-hampir sama dengan pelaporan di Bawaslu dulu. Di mana hasilnya rontok semua.

Lantas sejauh mana kans gugatan Denny diterima bahkan dimenangkan di MK?

Pertanyaan ini coba disodorkan kepada Pengamat Hukum Tata Negara, Ahmad Fikri Hadin. Ia adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin.

Fikri berkata, yang perlu dicermati ada perbedaan yang sangat jelas antara MK dan Bawaslu. MK memiliki kewenangan untuk penyelesaian sengketa hasil. Dan ini adalah titik poinnya.

Sementara di Bawaslu berkewenangan memutus perkara sengketa proses.

“Soal laporan di Bawaslu selalu rontok itu adalah kewenangan bawaslu sendiri,” ujar Fikri kepada bakabar.com, Rabu (23/12).

Dijabarkan, urusan diterima MK atau tidak tentu ada parameter yang sudah diatur MK sendiri untuk penyelenggaraan sengketa hasil Pilkada sendiri.

Aturan jelas, tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 Tahun 2020. Ini merupakan PMK terbaru untuk penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Tahun 2020.

“Ini sebagai dasar MK menangani,” kata jebolan Magister Hukum Universitas Gajah Mada ini.

Berhubungan dengan diterima dan dikabulkan gugatan di MK ujar Fikri, tentu tergantung pokok perkara yang nanti disidangkan.

Yang jelas syarat-syarat formil harus dilengkapi terlebih dahulu sesuai PMK, sebelum pokok perkara yang disengketa dapat dinilai dan diputus MK.

“Aturan main di MK, tetap pakai PMK yang saya sebutkan tadi. Berapapun bukti yang disajikan nanti di acara pembuktian akan dibuktikan dalilnya,” terangnya.

Kendati demikian, yang perlu dicatat ujar Fikir, syarat formil PMK harus terpenuhi. Ini yang sangat perlu diperhatikan. Baru masuk ke pokok perkaranya.

Lalu langkah apa yang harus diambil Denny agar sengketa ini bisa dimenangkan? Mengingat, bercermin dari sengketa-sengketa sebelum di MK banyak yang rontok?

“Langkah pertama kubu Denny harus memastikan secara formil sengketa yang diajukan sesuai dengan PMK terlebih dahulu. Sebelum masuk ke pokok perkara,” pesannya.

Komentar
Banner
Banner