pahlawan nasional

S. K. Trimurti, Jurnalis Perempuan yang Perjuangkan Hak lewat Tulisan

Soerastri Karma Trimurti adalah seorang jurnalis, penulis, juga guru yang terlibat dalam gerakan melawan penjajahan Belanda.  

Featured-Image
S. K. Trimurti, sosok wanita yang memperjuangkan kemerdekaan. Foto: pinterest

bakabar.com, JAKARTA –  Soerastri Karma Trimurti adalah seorang jurnalis, penulis, dan guru Indonesia yang terlibat dalam gerakan melawan penjajahan Belanda.

S. K. Trimurti menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama Indonesia dari tahun 1947 hingga 1948 di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Indonesia Amir Sjarifuddin.

S. K Trimurti merupakan jurnalis yang vokal terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia saat itu. Foto: Wikipedia
S. K Trimurti merupakan jurnalis yang vokal terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia saat itu. Foto: Wikipedia

Pergerakan Kemerdekaan Indonesia

Trimurti terlibat aktif dalam gerakan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1930-an dan bergabung dengan Partindo atau Partai Indonesia, sebuah partai nasionalis, pada tahun 1933 setelah menyelesaikan sekolahnya di Tweede Inlandsche School.

Awalnya, Trimurti menjadi seorang guru sekolah dasar setelah lulus dari Tweede Inlandsche School. Namun, ia ditangkap oleh pihak Belanda pada tahun 1936 karena mendistribusikan selebaran anti-kolonial. Ia dipenjara selama sembilan bulan di Lapas Bulu Semarang sebagai akibat tindakannya ini.

Baca Juga: Kali Manggis, Sungai Buatan Belanda di Magelang Berusia Hampir Seabad

Setelah dibebaskan dari penjara, Trimurti beralih profesi menjadi seorang jurnalis. Ia menjadi terkenal di kalangan jurnalis dan aktivis anti-kolonial sebagai penulis yang kritis. Untuk menghindari penangkapan oleh pihak kolonial Belanda, Trimurti sering menggunakan nama samaran seperti "Trimurti" atau "Karma" dalam tulisannya. Ia bekerja untuk beberapa surat kabar Indonesia termasuk Pesat, Panjebar Semangat, Genderang, Bedung, dan Pikiran Rakyat.

Selama pendudukan Jepang, kebebasan pers terbatas, dan surat kabar seperti "Pesat" yang diterbitkan oleh Trimurti dilarang oleh pemerintah militer Jepang. Ia juga ditangkap dan mengalami penyiksaan selama masa ini.

Setelah Kemerdekaan

Trimurti memiliki sejarah perjuangan dan kontribusi yang signifikan terhadap hak-hak pekerja dan gerakan perempuan di Indonesia. Di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, Trimurti diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja Indonesia pertama, bertugas dari tahun 1947 hingga 1948. Selama masa tersebut, ia aktif memperjuangkan hak-hak pekerja.

Selain itu, Trimurti adalah anggota eksekutif Partai Buruh Indonesia dan memimpin sayap perempuannya, Front Perempuan Buruh. Ia juga turut mendirikan Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia), sebuah organisasi perempuan pada tahun 1950 yang kemudian berganti nama menjadi Gerwani. Namun, ia meninggalkan organisasi ini pada tahun 1965.

Baca Juga: Meresapi Jejak Perjuangan Kemerdekaan di Kota Pahlawan

Setelah meninggalkan dunia aktivisme, Trimurti kembali ke dunia pendidikan. Pada usia 41 tahun, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya dengan belajar ekonomi di Universitas Indonesia.

Meskipun ditawari posisi sebagai Menteri Sosial Indonesia pada tahun 1959, Trimurti menolak tawaran tersebut untuk fokus menyelesaikan pendidikannya.

S. K Trimurti berdiri di sebelah Presiden Soekarno dan menjadi salah satu wanita pejuang revolusi. Foto: Wikipedia
S. K Trimurti berdiri di sebelah Presiden Soekarno dan menjadi salah satu wanita pejuang revolusi. Foto: Wikipedia

Pada tahun 1980, Trimurti menjadi salah satu anggota dan penandatangan Petisi 50, sebuah upaya protes terhadap penggunaan Pancasila oleh pemerintahan Soeharto terhadap lawan politiknya. Petisi 50 diisi oleh berbagai tokoh, termasuk mereka yang mendukung kemerdekaan Indonesia dan juga tokoh pejabat pemerintah dan militer.

Trimurti memiliki sejarah yang kaya dalam perjuangan untuk hak-hak pekerja, advokasi perempuan, dan kontribusi terhadap dinamika politik Indonesia pada berbagai tahap sejarah.

Akhir Perjuangan Trimurti

Trimurti meninggal pada pukul 18.20 tanggal 20 Mei 2008, pada usia 96 tahun, di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD) di Jakarta, Indonesia.

Sebelumnya, ia dirawat di rumah sakit selama dua minggu karena penurunan kesehatan dan kondisinya yang memburuk. Selama tahun sebelumnya, Trimurti telah mengalami penurunan kesehatan dan menghabiskan waktu dalam kondisi terbatas di kamar tidurnya.

Saat Trimurti sakit, Heru Baskoro putranya, menyampaikan kepada publik, ibunya mengalami urat yang patah dan juga menderita masalah kesehatan lainnya seperti kadar hemoglobin rendah dan tekanan darah tinggi.

Sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa S.K. Trimurti dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, sebuah upacara penghormatan diadakan di Istana Negara di Jakarta Pusat. Ia kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sebuah tempat peristirahatan terakhir bagi para pahlawan nasional Indonesia.

S. K. Trimurti dihormati dan diingat sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan Indonesia.

Editor
Komentar
Banner
Banner