Tokoh Islam Dunia

Mengapa Datu Kelampayan Tak Perlu Lagi Bergelar Pahlawan Nasional

Pemerintah Kalimantan Selatan sudah menyodorkan nama Syekh Arsyad Al-Banjari (Datu Kelampayan) sebagai pahlawan nasional. Sejak tahun lalu.

Featured-Image
Syekh Arsyad Al-Banjari (Datu Kelampaian). Foto dok

bakabar.com, JAKARTA - Pemerintah Kalimantan Selatan sudah menyodorkan nama Syekh Arsyad Al-Banjari (Datu Kelampayan) sebagai pahlawan nasional sejak tahun lalu.

Tapi, sejumlah syarat tak kunjung terpenuhi. Sampai akhirnya usulan ini dianggap tidak perlu lagi oleh sejumlah zuriahnya.

Baru baru tadi, pemerintah secara resmi mengumumkan enam nama pahlawan nasional terbaru 2023. Lagi-lagi tanpa nama Syekh Arsyad.

Sudah dua kali nama Datu Kelampayan tak masuk daftar. Artinya kini hanya tersisa satu kesempatan lagi di tahun depan.

Selaras hal itu. Gaung usulan agar Syekh Arsyad bergelar pahlawan nasional tak lagi bergema.

Tidak seperti di tahun lalu. Sekarang nyaris tak terdengar ada pergelaran seminar nasional.

Padahal, hasil penelusuran media ini di Kementerian Sosial, masih ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh tim dari pemerintah Kalsel.

Paling utama mengenai bukti mengenai peran Syekh Arsyad dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Sebagaimana pahlawan nasional lainnya.

Lantaran tidak ikut angkat senjata, usulan gelar pahlawan Datu Kelampayan tersendat di Dewan Kemiliteran. Menteri Sosial Tri Rismaharini tak menampiknya.

"Kami mengajukan tapi ada Dewan Gelar Kemiliteran. Jadi, ada yang menyaring lagi," ujar Risma kepada bakabar.com, saat itu.

Makam Syekh Arsyad Al-Banjari (Datu Kelampaian di Kabupaten Banjar, Kalsel. Foto: bakabar.com
Makam Syekh Arsyad Al-Banjari (Datu Kelampaian di Kabupaten Banjar, Kalsel. Foto: bakabar.com

Penasihat Kesultanan, Betulkan Kiblat Masjid di Jakarta

Nama Datu Kelampayan sudah tak asing lagi. Bahkan tidak hanya di telinga masyarakat Banjar. Tapi umat muslim dunia.

Datu Kelampayan merupakan ulama besar. Sekaligus penasehat Kesultanan Banjar di masa Sultah Tahmidullah II, 1722 silam.

Jalan jihad Syekh Arsyad melawan penjajah sedianya bermula saat ia menimba ilmu sampai ke Tanah Haram, Mekkah.

Tiga dekade memperdalam ilmu di Mekkah, Datu Kelamapayan pulang dengan seabrek keilmuan.

Sebelum kembali ke Kalimantan, Datu menyempatkan diri mampir ke Jakarta terlebih dahulu.

Di Batavia, hanya dengan mengacungkan tangan Datu bisa membetulkan arah kiblat sejumlah masjid.

Konon, dari celah bajunya Datu sudah dapat melihat arah atau penanda kakbah yang benar. Masjid-masjid itu sampai kini masih ada. Yakni Masjid Jami Kampung Sawah, Masjid Luar Batang, dan Masjid Pekojan.

Di Kalsel, orang-orang Belanda kala itu juga mengakui kiprahnya. Lewat kecemerlangannya terciptalah Sungai Tuan. Sebuah infrastruktur pengairan yang mencakup empat kampung sekaligus.

Berdasar ilmu Falakiyah, dalam 365 hari setahun selalu ada sehari banjir besar ketika jumlah air di bumi lebih tinggi dibanding biasanya.

Datu Kelampayan lalu berinisiatif membuat sodetan secara alamiah tanpa menggunakan alat berat pada zaman itu.

Sungai Tuan dapat mengairi empat kampung sekaligus. Sektor pertanian dan perkebunan Kesultanan Banjar sangat maju. Bahkan komoditasnya menembus pasar Eropa.

Mahakarya Kita Sabilal Muhtadin yang Mendunia

Manifestasi dari keilmuan Datu Kelampayan masih dirasakan. Tak cuma sebagai sarana transportasi, Sungai Tuan menjadi bagian sistem pengendali banjir Kalsel sampai hari ini.

Kitab Sabilal Muhtadin menjadi mahakarya lain. Isinya ilmu fikih. Membahas hukum dan anjuran dalam Islam. Tebalnya mencapai 524 halaman.

Mulai dari cara bersuci hingga segala hal makruh dalam salat. Saking pentingnya, kitab ini tak hanya fenomenal di Asia Tenggara. Melainkan Timur Tengah. Tersimpan di perpuspatakaan belahan dunia. Khususnya Mekkah, Turki dan Beirut.

Maka tak salah, 1772 masehi, sepulangnya dari Mekkah, Syekh Arsyad dianugerahi seabrek julukan. KH Saifuddin Zuhri, Menteri Agama RI periode 1962-1967, menjulukinya sebagai "Al-Banjari Mercusuar Islam Kalimantan".

Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menyebutnya sebagai tokoh pribuminisasi Islam Banjar, dan Wan Mohd Shagir Wan Abdullah menjulukinya dengan "Al-Banjari Matahari Islam Nusantara".

Bahkan, saking kuatnya pengaruh Datu Kelampayan, Belanda yang belum berani macam-macam dengan Kesultanan Banjar kala itu menjulukinya sebagai 'tuan haji besar'.

"Beliau memang banyak kiprahnya dan tidak ada intervensi dari VOC-Belanda saat zaman itu," jelas sejarawan muda Kalsel, Mansyur.

Cuma Satu di Dunia: Datu Kelampayan

Lantas masih relevankah ilmu yang diwariskan Datu Kelampayan saat ini? Dosen antrpologi Universitas Lambung Mangkurat, Nasrullah sangat mengiyakan.

"Kitab-kitab beliau terus dipelajari dan dipraktikkan sampai sekarang,” jelasnya.

Sampai hari ini, belum ada ulama bertaraf dunia selengkap Datu Kelampayan. Tentu tak lepas dari proses penempaan yang panjang. Mulai 30 tahun menimba ilmu di Mekkah hingga mengamalkannya di tanah Nusantara selama penjajahan.

Maka itu Nasrullah juga terus mengingatkan pemerintah saat ini agar mengadopsi program Kesultanan Banjar. Yaitu memberi beasiswa khusus untuk menimba ilmu agama di Tanah Haram dalam jangka panjang.

"Mengutus kader ulama atau calon ilmuwan ke luar negeri dengan durasi panjang untuk intelektual islami yang menerangi kancah dunia," ujarnya.

Sementara soal gelar pahlawan nasional Datu Kelampayan, Nasrullah sepakat mesti ada kajian pelengkap lagi.

Ia memberi poin masukan. Pertama mengenai sejauh mana ajaran Syekh Arsyad berkorelasi dengan perlawanan berbasis keagamaan.

Lalu, sejauh mana pertanian yang dibuka Syekh Arsyad sesungguhnya menyokong bahan pangan untuk rakyat -secara khusus bantuan kepada pasukan perlawanan terhadap penjajah.

Termasuk mengenai pengajaran Islam Syekh Arsyad jauh sebelum munculnya konstitusi dalam pembukaan UUD 45 mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Kajian lebih mendalam tentang hayat dan karya Syekh Arsyad diharapkan mendapatkan temuan baru yang mungkin melampaui ekspektasi kita," jelasnya.

Sejarawan muda Kalsel Mansyur melihat tim pengkaji Pahlawan Nasional di Jakarta lebih menitikberatkan ke jasa perlawanan terusul pada penjajah.

Butuh Data Tambahan

Mengenai usulan terkait Syekh Arsyad, Mansyur sepakat. Tim pengkaji dan peneliti gelar daerah atau TP2GD mesti mencari arsip tambahan.

Tak cukup hanya seputar jasa Datu Kelampayan di bidang keilmuan lewat karya besar yang sampai kini masih tersebar di Asia Tenggara dan dunia.

Sebab, bentuk perlawanan Syekh Arsyad Al-Banjari dengan keilmuan memang belum didapatkan. Baik data berupa sumber lisan maupun tertulis.

"Almarhum Prof Azyumardi Azra sudah menelusuri arsip karya Syekh Arsyad hingga ke Eropa tapi belum mendapatkan karya tersebut, seandainya ada tentu lebih mendukung," jelasnya.

Sebagai contoh Kitab “Nashihatul Muslimin wa Tadzkiratul Mu’minin fi Fadhail al-Jihad fi Sabilillah wa Karamatil Mujahidin fi Sabilillah”. Kitab yang ditulis oleh ulama Nusantara, Syekh Abdul Shamad al-Palimbani.

Kitab ini selesai ditulis di Haramain pada 1772 Masehi. Isinya ajaran khusus membahas keutamaan jihad dengan mengangkat senjata dan kemuliaan para pejuang yang gugur syahid di jalan Allah.

Nah, kitab ini menjadi inspirasi perang Aceh. Syekh Shamad juga meninggal sebagai syuhada, saat ikut andil bertempur melawan penjajah di Tanah Pattani.

Syekh Shamad belakangan juga diusulkan menjadi pahlawan nasional, Juni 2022 lalu. Usulan lantaran tokoh agama dari Sumatera ini dinilai berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Mansyur berharap minimal lewat karya berupa kitab (kitab jihad misalnya) atau aksi lain dari Datu Kelampayan melawan VOC-Belanda yang kala itu sudah menancapkan hegemoninya di Kesultanan Banjar bisa didapatkan.

"Tentu ini akan memperkuat usulan pahlawan nasional di tahun ini atau tahun depan," jelasnya.

Tanpa Gelar Pahlawan, Sudah Diakui Dunia

Rosiyati terlihat tak gusar dengan belum diakuinya Datu Kelampayan sebagai pahlawan nasional. Tanpa gelar pahlawan nasional sekalipun, baginya, Syekh Arsyad Al-Banjari sudah diakui. Bahkan oleh dunia.

Malahan, baginya, Datu Kelampayan tak perlu lagi bergelar pahlawan nasional. Gelar pahlawan nasional, kata dia, hanya akan menyejajarkan sang wali Allah dengan pahlawan lain.

"Jadi tak perlu, bagi saya beliau melebihi pahlawan nasional karena berjuang untuk dunia dan akhirat," ujar Rosiati, putri dari Mohammad Husni Thamrin keturunan Datu Kelampayan dari HM Khalid bin Alimulallamah Qadhi H Abu Naim.

“Beliau memang tak mengangkat senjata, tapi sudah melawan penjajah dengan keilmuan. Berjuang itu tidak mesti dengan senjata kan,” sambung salah satu wakil rakyat Kalsel di Senayan, sebutan DPR RI itu, kepada bakabar.com.

Editor


Komentar
Banner
Banner