bakabar.com, JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal perdagangan Senin (15/5), diperkirakan akan melemah tertekan oleh penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dan kenaikan imbal hasil obligasi AS.
"(Hal ini disebabkan) setelah data sentimen konsumen AS menunjukkan kenaikan pada ekspektasi inflasi jangka panjang," kata Analisis DCFX Lukman Leong di Jakarta, Senin (15/5).
Selain itu, kata dia, pernyataan hawkish dari Anggota Dewan Gubernur Fed Michelle Bowman yang merasa kenaikan suku bunga diperlukan lebih lanjut oleh The Fed menjadi faktor lain dari kelemahan rupiah.
Menurut Lukman, rupiah berpotensi membatasi pelemahan apabila data neraca perdagangan yang akan dirilis siang ini lebih baik dari perkiraan, atau minimal sesuai dengan ekspektasi untuk melanjutkan rekor surplus berkelanjutan.
Baca Juga: Hasil Panen Durian, Petani Badui Raup Cuan Jutaan Rupiah
"Perkiraan (pergerakan) rupiah di kisaran Rp14.700-14.800 per dolar AS," ujarnya.
Senada, Analis ICDX Revandra Aritama menjelaskan bahwa sentimen yang menjadi pendorong untuk penguatan dolar AS adalah potensi The Fed untuk menahan suku bunga tinggi dalam waktu lebih lama.
"Sentimen ini disebut timbul pasca laporan Consumer Price Index (CPI) beberapa waktu, yang walaupun berada di level yang di bawah perkiraan, namun masih cukup jauh dari target," ujarnya.
Selain itu statement Jerome Powell (Ketua The Fed) yang menyebutkan bahwa ekonomi AS membutuhkan waktu untuk lanjut mendinginkan inflasi, telah diterjemahkan pasar sebagai potensi untuk menahan tingkat suku bunga tinggi dalam waktu yang lebih lama.