bakabar.com, BANJARMASIN - Seiring perkembangan zaman, Rumah Lanting, rumah rakitan tradisional suku Banjar mulai menghilang. Hal ini berbuntut berkurangnya permintaan batang bambu.
Padahal sudah puluhan tahun salah satu pedagang bambu bertahan untuk berjualan di tepian Sungai Martapura, tepatnya di samping Jembatan Dewi, depan pintu gerbang Sungai Baru Kota Banjarmasin.
"Pada tahun 1960-an hingga 1990-an memang masih banyak ditemui Rumah Lanting atau batang banyu yang dipakai warga di sepanjang Sungai Martapura dan Sungai Barito, sekarang sudah berkurang," ujar salah satu pedagang bambu, Syamsury kepadabakabar.com.
Saat ini, kata dia, para pembeli hanya menggunakan batang bambu untuk menjadi bahan bangunan, serta menjadi andang, tangga untuk para tukang saat membangun rumah beton atau gedung.
“Selebihnya, untuk keperluan pembuatan kandang ayam dan lainnya,” katanya. Sementara membangun Rumah Lanting nampak mulai ditinggalkan.
Kalau untuk bahan pembuatan Rumah Lanting saat ini sangat jarang lantaran mulai menghilangnya budaya tinggal diatas aliran sungai oleh warga Banjarmasin.
Namun, kata dia, beberapa masih ada yang membeli untuk mengganti batang bambu yang sudah lapuk, terutama di daerah Basirih dan Mantuil, yang masih ada rumah lantingnya. Selebihnya, untuk keperluan memasang bendera dan umbul-umbul.
Pria yang kini berusia 62 tahun ini mengakui dari usaha turun temurun yang sudah puluhan tahun itu bisa menghidupi keluarga besarnya. Hampir semua batang bambu itu didatangkan dari Loksado, sebagian lagi dari Kabupaten Banjar.
Dirinya juga mengatakan, saat ini cara membawa bambu yang dibeli, tidak lagi dengan cara yang tradisional atau dibuat rakit dan dilarutkan di sepanjang Sungai Amandit atau Sungai Martapura.
"Sekarang, bambu yang panjangnya 14 meter itu dipotong jadi 10 meter untuk memudahkan diangkut menggunakan truk besar ke Banjarmasin," tuturnya
Selain itu, dikatakannya, untuk membuat bambu lebih tahan lama, bambu akan lebih baik apabila direndam di bantaran sungai.
Menurut dia, saat ini, pembelian bambu dalam jumlah besar sudah sangat jarang, paling banter tiap hari hanya 1.000 batang laku terjual. Namun terkadang, hanya 300 hingga 500 batang per hari.
Dirinya menjual bambu tergantung ukuran, untuk bambu ukuran lebih kecil dijual Rp15 ribu per batang. Sedangkan, agak besar dan panjang Rp 25ribu per batang. Tiap bulannya, Syamsyuri bisa mengantongi uang Rp 5 juta hingga Rp 10 juta.
"Sekarang kebanyakan yang beli bambu ini hanya langganan. Biasanya dari pihak perumahan untuk keperluan andang dan lainnya saat membangun gedung atau rumah," tutupnya.
Baca Juga: Berharap Dana CSR Garap Penginapan Rumah Lanting
Reporter: Riyad Dafhi REditor: Syarif