bakabar.com, BANJARMASIN - Dinas Pertanian dan Perikanan (DKP3) Banjarmasin berencana membenahi kawasan Rumah Potong Hewan (RPH) dan membangun ulang Rumah Potong Unggas (RPU) di Basirih.
Pembenahan kawasan itu sendiri sudah direncanakan sejak bertahun-tahun lalu, mengingat kondisinya yang sangat kumuh dan memprihatinkan.
Namun belakangan rencana itu menuai protes dari sejumlah pekerja yang bermukim di sana. Mereka protes lantaran kawasan tersebut akan disterilkan dari hunian.
Salah seorang pekerja yang tinggal di kawasan tersebut, Tholal Hasan, menyampaikan protes karena pemberitahuan yang disampaikan terkesan mendadak.
Surat peringatan (SP) baru diterimanya beberapa hari yang lalu. Dalam surat yang diterbitkan pada 25 Mei itu, tertulis kalau warga mesti meninggalkan tempat tinggalnya pada Minggu (11/6) kemarin.
"Sebelum ini, memang pernah ada (surat peringatan), tapi tidak sampai ke tangan kami. Karena diterima oleh anak-anak," ungkap Tholal, ditemui Minggu siang.
Baca Juga: Polisi Obok-Obok Kampung Puntun Palangka Raya, Tangkap 5 Jaringan Narkoba!
Selain serba mendadak, dia juga mempermasalahkan soal tidak adanya pembicaraan antara Pemkot Banjarmasin dan warga yang bermukim di sana. Yang jadi pertanyaan warga, akan jadi apa kawasan itu nantinya?
"Mestinya, kan, ada pembicaraan, kasih tau kenapa harus dibongkar? Terus mau dibikin apa? Pasti ada tujuannya kan,” keluhnya.
Tolal bersama penghuni lainnya mengharapkan pemkot agar memberikan waktu dua hingga tiga bulan. Warga merasa makin terdesak karena ada orang yang selalu menyuruh mereka untuk segera pindah.
“Dia nanyain terus, tidak pindah kah. Kesannya kan seperti menyuruh cepat-cepat pindah,” katanya.
Tolal pun menduga adanya kepentingan di luar pemerintah yang menyebabkan huniannya itu hendak digusur.
Ia tak menolak jika memang harus pindah, karena memang tanah itu milik Pemkot Banjarmasin. Namunz ia meminta semua warga yang bermukim di kawasan tersebut juga harus dipindah.
“Kita ini kan petugas kebersihan di sini, honor sama pak Agus (Kepala UPT). Mereka yang bukan petugas RPH juga harus pindah,” tuntasnya.
Baca Juga: Pemanen Sawit di Kotabaru Temukan Tengkorak Manusia, Polisi Lakukan Penyelidikan
Sementara itu, Kepala UPT RPH, Agus Siswadi, membenarkan jika warga setempat yang notabene merupakan pegawai honorer meminta waktu untuk menunda penggusuran, setidaknya setelah Hari Raya Idul Adha usai.
“Jadi permintaan mereka itu ada tiga. Sudah saya sampaikan ke Kadis. Pertama mereka ingin menghadap Kadis, tidak melalui surat. Kedua, mereka meminta waktu. Dan yang ketiga kalau memang mesti digusur dan harus dikosongkan, semua penghuni yang ada di kawasan RPH juga harus dikosongkan,” ungkap Agus melalui pembicaraan lewat telepon.
Agus sendiri masih belum mengetahui semua penghuni yang dimaksud tersebut. Apakah yang bermukim di dalam RPH, atau yang hanya di dekat kandang saja.
Warga di RPH tersebut, kata Agus, juga berencana akan membantu melakukan pembongkaran bangunan, dengan syarat semua yang ada di sana harus ke luar.
Ditanyakan terkait dengan isu adanya juragan sapi yang berkepentingan, Agus tak menampik hal itu. Sebab, menurutnya, warga yang ada di lapangan memang lebih tahu.
“Kalau yang saya dengar, memang. Ada monopoli dari pedagang (juragan sapi). Tapi itu kata mereka, saya sendiri tidak mengetahuinya,” terang Agus.
Pembongkaran bangunan di kawasan RPH yang direncanakan pada 11 Juni itu, kata Agus, juga kemungkinan batal.
“Tapi saya tidak tau apakah dalam waktu dekat ini atau tidak pembongkaran itu dilakukannya,” tandas dia.
Pada Selasa (13/6), media ini mengonfirmasi perihal persoalan ini ke Kepala DKP3 Banjarmasin, M. Makhmud.
Makhmud mengakui jika pihaknya akan memberikan tenggang waktu hingga 1 Agustus 2023. Menurut dia sterilisasi RPH itu berdasarkan hasil kesepakatan antara dinasnya dan warga penghuni RPH.
"Dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai. Bahwa tanggal 1 Agustus, rumah atau hunian itu sudah harus selesai dibongkar," ujarnya.
"Mereka (warga atau pekerja, red) meminta waktu untuk membongkar sendiri. Jadi sama-sama kami sepakati," tambahnya.
Artinya, pembongkaran yang semestinya sudah selesai dilakukan pada 11 Juni tadi urung dilakukan.
Disinggung apakah ada kompensasi yang diberikan bagi warga yang menghuni kawasan RPH, Makhmud berkata hal itu tak bisa dilakukan, meskipun sebagian warga yang bermukim di situ juga merupakan pegawai kontrak RPH Basirih.
"Sudah jelas, karena hunian yang ditempati warga itu berdiri di atas lahan milik Pemkot Banjarmasin. Dalam hal ini DKP3 Banjarmasin," tegasnya.
Makhmud menekankan di kawasan RPH nantinya tak ada lagi hunian warga. Yang ada, selain tempat penampungan dan pemotongan hewan atau unggas, hanya kantor atau rumah unit pelaksana teknis (UPT) RPH.
"Masyarakat tidak diperbolehkan menetap di situ. Kawasan itu bersifat privat," tekannya.
Lalu, mengapa bisa sampai ada warga yang menghuni kawasan tersebut? Bahkan, bertahan lama selama bertahun-tahun.
Menanggapi hal itu, Makhmud mengaku tidak mengetahuinya. Ia juga mempertanyakan mengapa hal itu bisa terjadi. Namun, menurutnya, kawasan tersebut mesti terbebas dari hunian warga.
Adapun ketika ditanya mengapa baru kali ini penertiban dilakukan, Makhmud hanya menjawab bahwa fungsi kawasan itu akan ditingkatkan kembali dengan dibangun ulangnya Rumah Potong Unggas (RPU).
"Termasuk perihal pengawasan hingga keamanan baik di RPH maupun RPU, agar bisa berjalan maksimal," ucapnya.
Baca Juga: Ini Tanggapan Erick Thohir Soal Kabar Messi Batal ke Indonesia
Disinggung terkait adanya keberatan dari warga, lantaran penertiban hunian dituding dilakukan mendadak alias tanpa sosialisasi, Makhmud dengan tegas menepisnya.
Ia mengklaim pihaknya sudah melakukan sosialisasi selama tiga bulan yang lalu bahwa kawasan RPH bakal dibenahi. Dan hunian warga yang ada di kawasan tersebut mesti dibongkar.
"Cuma, kami ingin berjalannya penertiban itu secara kondusif alias kekeluargaan. Dan supaya mereka bisa memahami," jelasnya.
Di sisi lain, Makmud menekankan pihaknya tak melarang atau mengusir warga yang bekerja di RPH. Pihaknya hanya menginginkan agar RPH steril dari hunian warga.
"Sebenarnya, paling ideal itu mereka tak boleh tinggal di situ. Tapi di luar dari kawasan RPH," tekannya.
"Mereka silakan bekerja di RPH. Peralatan kerja juga silakan dititipkan. Tapi, warga jangan menghuni atau tinggal di kawasan itu," tegasnya.
Sejauh ini, menurut Makhmud, ada delapan rumah yang dibangun di kawasan RPH. Tempat itu dihuni belasan warga. Dan semuanya, bukan dibangun oleh pemko.
"Dilihat pun kurang bagus. Kalau mereka tidak membongkar hunian hingga 1 Agustus mendatang, berarti akan ada sanksi tegas," tekannya.
"Kami ingin menjaga keindahan dan keasrian RPH," tutupnya.