Rencana Penambangan dan Ancaman Banjir yang Hadir di Tengah Warga Wadas

Banjir di tanah Karang Wadas, Jawa Tengah, merendam pemukiman dan musala milik warga serta menutup sejumlah jalan.

Featured-Image
Banjir terjadi akibat petak hutan di perbukitan mulai dibuka untuk akses jalan yang menghubungkan lokasi tambang batu andesit di Wadas dan lokasi Waduk Bener di Desa Bener yang berjarak sekira 12 kilometer. Foto: Gempadewa

Total Penerimaan Uang Ganti Rugi

Sementara itu, Kepala BPN Purworejo, Andri Kristanto menjelaskan, sudah ada 366 yang telah menerima UGR dari target 408 hektare lahan terdampak pembangunan Bendungan Bener.

"Hingga kini Untuk Desa Wadas masih ada 24 hektare lahan yang belum dibebaskan," kata Andri Kristanto.

Lebih rinci, ia menuturkan, sampai sekarang total UGR yang sudah dibayarkan ada sekitar Rp1,3 triliun atau sekitar 91,5 persen.

Baca Juga: Waspada, Sirine Siaga Banjir Dibunyikan di Kandangan HSS!

Sebagai informsi, Bendungan Bener digadang-gadang bakal menjadi bendungan tertinggi di Indonesia dengan ketinggian sekitar 159 meter, panjang timbunan 543 meter, dan lebar bawah sekitar 290 meter. Realisasi megaproyek tersebut menelan APBN sekitar Rp 4 triliun.

Pembangunan bendungan tersebut membutuhkan sedikitnya 590 hektare lahan milik warga dari sembilan desa.

Tujuh desa di antaranya dari Kecamatan Bener yang meliputi Desa Wadas, Nglaris, Limbangan, Guntur, Karangsari, Kedung Loteng, dan Bener. Dua desa lainnya dari Kecamatan Gebang, yaitu Desa Kemiri dan Redin.

Pakar Soroti Pembangunan Wadas

Sementara itu, Pakar Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM, Rikardo Simarmata, mengatakan dalam kasus penambangan di Wadas ini terdapat keanehan karena kegiatan pembangunan Waduk Bener yang masuk dalam kategori kepentingan umum.

Hal itu rupanya juga dipaketkan dengan kegiatan pengambilan batu andesit yang merupakan usaha pertambangan dan karena itu tidak masuk dalam kategori kepentingan umum.

“Pemaketan ini memang bisa membuat kegiatan pengukuran dalam rangka pengadaan tanah di lokasi tambang menjadi legal. Tapi apakah dengan hak pakai yang dimilikinya Kementerian PUPR berwenang mengambil bebatuan yang terdapat di bawah tanahnya?” kata Rikardo saat dihubungi bakabar.com via telepon.

Baca Juga: Hujan Deras Sejak Sore, Karawang Dikelilingi Banjir

Lebih lanjut Rikardo mengatakan bahwa bisa jadi strategi pemaketan dan penyatuan ini didesakan oleh status sebagai proyek strategis nasional (PSN).

"Umumnya kalangan birokrat dan penegak hukum mempersepsikan PSN sebagai sesuatu yang tidak boleh ditawar dan harus dijadikan," ujarnya.

Rikardo menilai dengan persepsi seperti itu dapat membuat peraturan perundangan mengenai PSN dan pelaksanaanya bersifat instrumental dan akibatnya melupakan prinsip dan asas-asas yang dikenal dalam hukum pertanahan.

Sedangkan Dhanil Al Ghifary dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang menjadi kuasa hukum warga Wadas tolak tambang mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Balai Besar Sungai Wilayah Serayu Opak (BBWSSO) sebagai wakil pemerintahan agar memiliki komitmen untuk menyejahterakan rakyat dan tidak sebaliknya membuat sengsara.

“Pembebasan tanah untuk tambang di Wadas hanya cerita awal penghancuran alam di Wadas,” ujarnya.

Baca Juga: Pembangunan IKN, PUPR dan OIKN Siapkan Infrastruktur Mitigasi Banjir

Menurut dia, sejak awal, warga Wadas sudah menolak rencana tambang ini karena khawatir lingkungan jadi rusak dan ancaman bencana meningkat.

Namun hingga saat ini, pemerintah tetap menjalankan rencana menambang batu andesit di desa itu. Batu andesit ini akan digunakan untuk membangun Waduk Bener yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Presiden Jokowi dan dilaksanakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

"Pemerintah menggunakan cara-cara represif untuk mematikan perlawanan warga. Segala daya upaya melalui jalur hukum yang dilakukan warga juga selalu dikalahkan," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner