bakabar.com, SAMPIT - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) akhirnya menggerakkan Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Penanganan Premanisme dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Bermasalah ke lapangan.
Melibatkan lintas institusi strategis mulai dari TNI, Polri, Kejaksaan, BIN, BAIS hingga sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD), langkah awal satgas ditandai dengan kegiatan sosialisasi di sejumlah SPBU yang dinilai rawan aktivitas premanisme. Rabu (17/12/2025).
Sebanyak 60 personel dikerahkan dan dibagi ke dalam dua tim untuk menyasar empat titik vital, yakni SPBU di Jalan HM Arsyad dekat Bundaran KB, SPBU Pelita, SPBU Simpang Samekto, serta SPBU Kilometer 2 Jalan Jenderal Sudirman. Lokasi-lokasi ini selama ini dikenal ramai aktivitas masyarakat dan kerap menjadi ruang gesekan kepentingan.
Sekretaris Kesbangpol Kotim, Eddy Hidayat Setiadi, menyebut kegiatan tersebut masih berada pada tahap pengenalan dan edukasi.
“Ini murni sosialisasi. Kami memperkenalkan bahwa Satgas Anti Premanisme dan Ormas Bermasalah sudah terbentuk di Kotim. Negara ingin menunjukkan kehadirannya,” ujarnya.
Namun, langkah persuasif ini memunculkan pertanyaan kritis di tengah masyarakat, sejauh mana efektivitas sosialisasi tanpa tindakan tegas di lapangan. Pasalnya, praktik premanisme kerap berlangsung sistematis dan berulang, terutama di titik-titik ekonomi strategis seperti SPBU.

Eddy menegaskan, pendekatan awal memang sengaja dibuat lunak untuk membangun kesadaran publik. Meski begitu, ia memastikan pengawasan akan terus berjalan dan tidak berhenti pada pembagian selebaran atau imbauan semata.
“Jika ke depan ditemukan praktik premanisme, intimidasi, atau kekerasan, tentu akan ditindak sesuai hukum dan diserahkan kepada aparat berwenang,” tegasnya.
Keberadaan unsur intelijen dalam satgas juga disebut menjadi penguat langkah pengawasan. Informasi lapangan akan menjadi dasar penentuan lokasi rawan serta pola penanganan berikutnya.
Satgas berharap masyarakat tidak bersikap pasif. Pelaporan dari warga dinilai krusial untuk memutus mata rantai premanisme yang kerap tumbuh karena pembiaran.
“Keamanan dan ketertiban tidak bisa dijaga pemerintah sendiri. Partisipasi masyarakat sangat menentukan,” pungkas Eddy.









