bakabar.com, MARTAPURA - Jaringan internet di Kabupaten Banjar masih belum merata.
Berdasarkan data Diskominfo Banjar, ada 47 desa yang masih bisa mendapatkan signal internet.
Seperti di Desa Paau, Kecamatan Aranio, masyarakat sekitar belum tersentuh signal internet. Signal hanya sekadar untuk telepon.
Untuk mendapatkan jaringan internet, warga desa itu harus menempuh perjalanan 1 jam menggunakan kelotok, dan mengeluarkan uang untuk 1 liter bahan bakar. Baru signal internet ada di sela pegunungan.
Beda jika cuaca sedang hujan, signal internet sama sekali blank.
Dijelaskan Sekdes Paau, Aspiani Alpawi, pada saat pandemi Covid-19, para pelajar diberlakukan belajar daring di seluruh sekolah tanah air, namun di desanya hal tidak berlaku.
Sekolah tatap muka jadi solusi, mengingat keterbatasan internet. Untungnya, tidak ada penularan Covid-19.
"Jika mendatangi titik tertentu untuk mendapatkan internet, wajib membawa lotion pengusir nyamuk, makanan, dan mengeluarkan uang untuk membeli bensin, karena harus menggunakan kelotok. Itu juga jika cuaca tidak hujan, kalau cuaca sedang buruk dan angin kencang, sulit," ungkapnya.
Pada 2018, di Kabupaten Banjar telah dibangun 4 unit Base Transceiver Station (BTS) di beberapa desa, di antaranya Desa Paramasan Atas, Peramasan Bawah, Kiram serta Desa Rantau Balai.
Kepala Bidang (Kabid) E Government DKISP Kominfo Kabupaten Banjar, Cornelius Kristianto, mengaku hingga 2021 ini masih ada 47 daerah tanpa sinyal.
"Jika berbicara telekomunikasi, di Kabupaten Banjar memang luas wilayahnya luar biasa. Jika rata seperti Marabahan saja masih enak. Kemarin dari Kecamatan Aranio juga sudah menyampaikan di Musrembang tentang kondisinya di sana," tutur Kris.
Dari usulan tersebut, pihak Kominfo Kabupaten Banjar, ujar Kris telah mengusulkan ke kementerian, namun pihak kementerian meminta ketersediaan lahan.
"Itu wajib hukumnya, tidak bisa ditawar-tawar, nanti akan diserahkan ke pemerintah daerah," jelasnya.
Kris mengungkap, jika syarat mendirikan BTS adalah ketersediaan listrik selama 24 jam, permasalahannya di daerah Aranio listrik di beberapa desa hanya 12 jam saja.
"Permasalahan lain, di Aranio ini hampir 99 persen Taman Hutan Raya (Tahura), yang sesuai Perpres tidak boleh diubah fungsinya. Jika mau ada penambahan, prosesnya panjang meminta persetujuan kehutanan atau Kementerian," ungkapnya.
Dijelaskannya, dana pembangunan satu BTS Rp2 miliar. "Itu untuk daerah-daerah bisa, kalo daerah gunung, lain lagi biayanya," bebernya.
Kris membeberkan terkait rencana pembangunan BTS di Desa Kecamatan Paramasan, Telkomsel mengaku tidak berani, karena secara finansial dinilai rugi.
Selain itu, terkait dengan lokasi pembangunan BTS, jika di atas gunung, siapa yang akan menjamin keamanan peralatan dan barang-barang BTS.
Dikemukakan Kris, setiap tahun Kominfo Banjar mengusulkan 11 unit BTS, namun tidak ada yang tembus.
Ketua DPRD Kabupaten Banjar, M Rofiqi menyebut, pembangunan BTS di daerah tanpa sinyal harus melibatkan pihak ketiga.
"Jika menilai dari segi jauh dan orangnya sedikit, tentu mereka tidak mau membangun di sana," ungkapnya.
Rofiqi menyampaikan, jika pihak yang bersangkutan harus membuat sebuah Undang Undang, agar jangan hanya daerah perkotaan saja yang mendapatkan signal, namun di pedesaan juga jangan dibiarkan.
"Tentu masalah ini tidak hanya di Kalimantan saja, di pulau-pulau lain juga sama. Kita mau memaksakan juga bagaimana. Mau membangun sendiri juga tidak mungkin. Karena terkait telekomunikasi yang besar ini, harusnya pihak ketiga yang tidak perlu memikirkan sisi ekonominya," tutupnya.