bakabar.com, JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menerangkan proyek food estate yang dicanangkan Menhan Prabowo Subianto merugikan petani.
Para petani terhambat lamtaran tak bisa menjual beras ke Badan Urusan Logistik (Bulog).
“Harapannya padi atau gabah yang dihasilkan dari produksi bisa diambil oleh pihak ketiga yang dalam hal ini Bulog. Tapi faktanya itu tidak terjadi,” kata Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata kepada bakabar.com, Kamis (26/10).
Baca Juga: Warga Kalteng Diintimidasi Imbas Proyek Food Estate Prabowo
Bayu mengungkapkan, alasan Bulog menolak beras dari petani penggarap program food estate adalah masih tersedia stok yang berlimpah sehingga petani tak mendapat slot.
“Karena keran impor tetap dibuka sehingga terjadi tabrakan. Jadi narasi untuk menciptakan ketahanan pangan itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan,” ujarnya.
Maka petani terpaksa menjual hasil panen ke pihak lain yang merugikan mereka, terlebih tawaran harga yang jatuh tak bernilai ekonomis.
Baca Juga: Proyek Food Estate Prabowo Dicap Penyebab Karhutla di Kalteng
Menurutnya, jenis padi yang ditanam bukan dari varietas yang umumnya dikonsumsi masyarakat di Kalteng sehingga harganya tidak sesuai dengan harga pasar.
Selain ditolak Bulog, lanjut Bayu, tantangan petani yang menggarap proyek food estate Prabowo adalah semua modal dan biaya operasional dari kantung petani.
Ia juga menyebut pemerintah tidak memberikan uang sewa lahan dan tinggal ambil alih dengan cara menetapkan kebun warga sebagai area prioritas pengembangan food estate.
“Jadi sangat banyak sekali keuntungan yang diterima oleh negara dalam proyek food estate ini. Lahan tidak sewa, pekerja tak diupah dan subsidi hanya dari bibit dan pupuk. Subsidi yang diberikan juga tidak semua didapatkan dan digilir,” pungkasnya.