bakabar.com, BANJARMASIN – Naiknya permukaan air atau Rob intai Banjarmasin. Diprediksi awal Oktober ini hingga berpotensi memicu banjir.
Lantas, siapkah Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin mengatasi dampaknya jika banjir akibat Rob kembali berulang.
Alih-alih mengatasi soal itu, program pembangunan drainase di Kota Banjarmasin yang menelan duit rakyat tak sedikit terkesan seadanya.
Benar saja, program drainase dinilai sangat tidak efektif dalam menanggulangi bencana banjir Rob.
Setidaknya itu menurut pengamat tata kota, Subhan Syarif ST bahwa pembangunan saluran drainase hanya mengatasi masalah jangka pendek.
"Hanya sekadar ‘trial error’ atau hanya mengatasi masalah jangka pendek saja," ujarnya, Rabu (28/9).
Ia mengatakan pokok utama penyebab banjir belum tersentuh secara masif lewat program Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina.
Konsepsi saluran drainase secara mendasar hanya berfungsi sebagai penyalur air limpahan dari darat ke sungai atau ke daerah resapan air.
Drainase, bagi dia sangat tergantung dengan faktor gravitasi dan koneksivitas.
"Kondisi geografis Banjarmasin tak bisa mengandalkan gravitasi, karena kotanya berada di lahan rawa yang daratannya relatif datar," ujarnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, untuk menyalurkan air relatif hanya mengandalkan ‘tarikan’ dari sungai ketika air surut.
Kemudian kekuatan, kata dia, tarikan ini juga sangat tergantung dengan tarikan dari air laut ketika surut.
Jadinya, papar dia, ketika air laut pasang tentu otomatis air sungai juga didorong naik makin kedalam.
"Nah…, bila kondisi sungai menyempit, dangkal dan bahkan buntu atau mati. Daya tampung sungai pun akan tak banyak, maka air akan tak tertampung dalam area sungai," tuturnya.
Akibatnya, kata Subhan bahwa air ini akan menaik ke daratan. Naiknya bisa saja melalui saluran drainase yang ketika dibuat kurang, bahkan tak memperhitungkan tinggi antara alas bawah drainase dengan kondisi muka tertinggi air sungai ketika pasang.
"Kondisi drainase yang ada di kota Banjarmasin bila dicermati alasnya rata-rata banyak yang sejajar dengan muka air sungai normal," ucapnya.
Menurutnya ini hal yang jadi masalah mengapa efektivitas drainase tak bisa berjalan dengan baik. Karena ketika air sungai pasang maka dia akan masuk kedalam drainase.
Sehingga kata dia drainase penuh dengan air, dan ketika hujan maka drainase yang mestinya menyalurkan air ujungnya berubah menjadi area tampungan air.
"Bila hujan nya berjam-jam dan lebat tentu akan menjadi masalah seperti yang sering kita lihat," tekannya.
Karena itulah, lanjut dia mengapa proyek drainase tersebut dasarnya tak banyak memberikan manfaat bagi penangganan limpahan air.
Drainase hanya sekadar membantu dalam jangka waktu terbatas. Karena selanjutnya begitu air laut naik semakin tinggi dan memaksa muka air sungai juga meninggi masalah besar akan terjadi.
"Drainase tak akan banyak membantu, bahkan akan menjadi tempat jalur menaiknya air dari sungai kedaratan," imbuhnya.
Ia beranggapan kuncinya untuk mengatasi banjir itu bukan drainase yang di tata atau dibuat terlebih dahulu.
Tapi benahi atau normalisasi bahkan revitalisasi sungai-sungai kecil dan menengah dan juga harus saling terkoneksi.
"Kemudian juga wajib memperbanyak area resapan, membuat kanalisasi/sodetan dan bahkan perlu segera mempersiapkan sistem pompanisasi berikut sistem pintu air," pungkasnya.