Rasio Hutang

Prabowo Halalkan Rasio Utang 50 Persen, Ekonomi Indonesia Terancam

Center of Economic and Law Studies (Celios) menganggap rasio utang 50 persen yang disampaikan oleh Calon Presiden nomor urut dua pada debat kemarin bisa membaha

Featured-Image
Capres nomor urut dua, Prabowo Subianto dalam debat Pilpres 2024 di Istora Senayan, GBK, Jakarta Pusat, Minggu (7/1) malam. Foto: Tangkap layar YouTube

bakabar.com, JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menganggap rasio utang 50% yang disampaikan oleh calon presiden nomor urut 2 pada debat Minggu (7/1) bisa membahayakan ekonomi Indonesia.

"Apa yang disampaikan Prabowo perlu dilihat secara hati-hati, karena mengejar rasio utang 50% PDB bisa berbahaya bagi ekonomi," kata Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira kepada bakabar.com, dikutip Rabu (10/11)

Kendati regulasi dalam Undang-undang (UU) keuangan negara 2003 memang memberi batas rasio utang maksimum 60% dari PDB. Bukan berarti pemerintah bisa mendorong agar rasio utang mendekati batas yang dibolehkan undang undang.

Baca Juga: Genjot Bauran EBT, CELIOS: Jangan Berhenti di Peresmian PLTS Cirata!

Biar tahu saja. Sejarah batas rasio utang 60% karena Indonesia mengadopsi disiplin fiskal ala Uni Eropa (Maastrich Treaty).

Tapi banyak pihak mulai meragukan dasar disiplin fiskal 60% itu. Karena beberapa negara di Eropa yang memiliki rasio utang di bawah 60% ikut masuk dalam krisis utang Eropa tahun 2015.

"Jadi di Eropa sendiri rule of thumb 60% mulai banyak digugat oleh para ekonom dan pengambil kebijakan," terang dia kepada bakabar.com.

Baca Juga: Prabowo Skeptis soal Target Anies Utang di Bawah PDB

Di samping itu, perlu dicermati juga. Dengan rasio utang saat ini saja, bunga utang di tahun ini sudah nyaris Rp500 triliun.

"Lalu jika 50 persen, berapa bayar bunga utang tiap tahunnya. Itu kan tidak sehat," ungkap dia.

Oleh karena itu, menurutnya presiden ke depan harus hati-hati soal penambahan utang. Bukan bersemangat menambah utang baru.

Sedangkan, narasi prabowo justru malah cenderung untuk menambah utang. Dia khawatir program makan siang gratis, susu gratis plus program lainnya akan terlalu mengandalkan pembiayaan utang.

"Saya kira tim ekonominya Prabowo perlu mengingatkan risiko utang dalam konteks keberlanjutan APBN," jelasnya.

Baca Juga: CORE Pesimis Tiga Capres Serius Pangkas Utang Luar Negeri

Pasalnya, kata dia, masyarakat yang nantinya akan menanggung beban dengan membayar pajak yang lebih tinggi.

Alhasil aktivitas ekonomi terganggu karena uang yang harusnya dibuat modal usaha sebagian harus digelontorkan untuk bayar pajak.

"Pertumbuhan ekonomi terhambat karena yang harusnya dibuat modal usaha sebagian untuk bayar pajak," ucap dia.

Batas Ideal Rasio Utang

Lantas, berapa persen batas ideal rasio utang yang harus dipatok oleh pemerintah? Bhima menyebut angka maksimal berada di angka 25-30%.

Sedangkan jika menggunakan debt service ratio (DSR), kata dia tidak boleh lebih dari 25%.

Penting untuk tahu. DSR adalah perbandingan antara jumlah utang yang diajukan dengan penghasilan yang didapatkan tiap bulan oleh pihak debitur.

"Batas tersebut cukup realistis apabila pemerintah mampu meningkatkan rasio pajak mencapai 16%," ujarnya kepada bakabar.com.

Baca Juga: Penghapusan Kredit Macet UMKM, CELIOS: Positif bagi Pelaku Usaha

Sementara, rasio penerimaan pajak Indonesia kini baru mencapai 10,39%. Oleh karena itu agar dapat meningkatkan rasio pajak dan mengurangi ratio utang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pemerintah harus bisa melakukan pemangkasan belanja di berbagai pos dan pengurangan nomenklatur kementerian dan lembaga.

Lalu, menutup celah korupsi, dan terapkan perampasan aset koruptor. Kemudian dorong negosiasi utang dengan para kreditur.

"Ya misalnya debt cancellation sampai debt swap for nature," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner