Nasional

Polemik Mantan Napi Koruptor di Pilkada, PKPU 18/2019 Dianggap Jalan Tengah

apahabar.com, JAKARTA – Polemik mantan napi koruptor diperbolehkan atau tidak dalam kontestasi pemilihan kepada daerah (Pilkada)…

Featured-Image
Ilustrasi. Foto-infosatu.co.id

bakabar.com, JAKARTA – Polemik mantan napi koruptor diperbolehkan atau tidak dalam kontestasi pemilihan kepada daerah (Pilkada) masih hangat diperbincangkan. Lantas bagaimana tanggap DPR RI?

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pencalonan Kepala Daerah dianggap merupakan jalan tengah terkait polemik tersebut.

“Ini jalan tengah keinginan kita semua untuk mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang lebih bersih dan sungguh-sungguh melawan korupsi, namun dalam penyusunan perundang-undangannya tidak saling bertentangan,” kata Doli di Jakarta, Minggu (8/12).

Dia menegaskan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4 PKPU Nomor 18 Tahun 2019 menyebutkan bahwa mengimbau partai politik mengusulkan calon kepala daerah yang tidak pernah menjadi terpidana kasus korupsi.

Menurut dia, KPU dalam beberapa kali konsultasi dengan Komisi II DPR sebelum membuat PKPU tentang pencalonan kepala daerah, menginginkan memasukkan aturan larangan terpidana kasus korupsi ikut maju dalam pilkada.

“Dalam rapat konsultasi yang dilakukan KPU dengan Komisi II DPR, KPU ingin memasukkan larangan tersebut, lalu kami katakan tidak masalah asalkan tidak bertentangan dengan UU yang ada di atasnya,” ujarnya.

Doli mengatakan isi PKPU Nomor 18/2019 merupakan harmonisasi antara KPU dengan Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang mengundangkan PKPU, agar aturan tersebut tidak bertentangan dengan UU di atasnya atau Keputusan MK terkait larangan tersebut.

Karena itu, menurut dia, diambil jalan tengah yaitu larangan terpidana kasus korupsi maju pilkada tidak dimasukkan dalam PKPU, namun mengimbau parpol tidak memberikan rekomendasi bagi calon yang pernah terjerat kasus korupsi.

“Ini jalan tengah tanpa mengurangi semangat untuk mendorong pemerintahan di daerah bersih dan bebas korupsi,” katanya lagi.

Menurut dia, setelah keluarnya PKPU tersebut, tinggal parpol yang mempertimbangkan dan memutuskan calon kepala daerah yang diusungnya dalam pilkada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Sebelumnya, KPU membuat PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

KPU hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana ikut dalam pilkada, yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak yang tertuang dalam pasal 4 ayat H.

KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi, dan aturan ini dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4.

Pasal 3A ayat 3 disebutkan bahwa: “Dalam seleksi bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.”

Lalu dalam pasal 3A ayat 4 disebutkan bahwa: “Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi.

Baca Juga:Awasi Politik Uang di Pilkada 2020, Bawaslu Rangkul Generasi Milenial

Baca Juga:2.171 Pelamar Berebut Jadi Panwascam Pilkada Kalsel

Sumber: Antara
Editor : Ahmad Zainal Muttaqin



Komentar
Banner
Banner