bakabar.com, JAKARTA - Cerita bagaimana jemaah umrah PT Naila Syafaah asal Kalimantan Selatan dan Timur (Kalsel-Tim) terpaksa mengungsi ke Asrama Pondok Gede bikin trenyuh. Bertahun-tahun menabung, mereka malah terkatung-karung.
Sepekan lamanya di Ibu Kota, sebanyak 176 jemaah umrah harus mengungsi ke asrama haji Pondok Gede, Jakarta Timur yang berjarak lebih 40 menit dari Bandara Soekarno-Hatta.
Kendati menerima kenyataan pahit, salah seorang jemaah asal Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Suriati mencoba tegar. Selama apapun ia akan menunggu asalkan tetap berangkat ke Tanah Suci.
Baca: URGEN! Jemaah Umrah Kalsel-Tim yang Terlantar Kesulitan Makanan
"Kami yang terlantar ini ikhlas saja asalkan bisa berangkat, mudah-mudahan Allah bisa menolong kami dengan ikhtiar ini," ucap Hajah Suriati seusai menunaikan ibadah fardu di masjid asrama Pondok Gede, Rabu malam (05/10).
Sampai pagi ini pukul 07.00 WIB, mereka belum juga mendapat kepastian berangkat. Sebab pihak PT Naila belum juga memberi kabar.
"Karena kita kan sebagai jemaah kurang begitu tahu ya, kita menunggu saja kapan berangkat, dan berharap sekali diberangkatkan," lirih perempuan paruh baya ini.
Selama di Jakarta, Suriati dan ratusan jemaah lainnya sudah tiga kali berpindah penginapan. Sampai pada akhirnya mereka diusir dari sebuah hotel dan mengungsi di asrama haji karena tak mampu bayar.
Dikeluarkan dari hotel, beruntung salah satu jemaah kenal dengan seorang pejabat Kemenag RI. "Jemaah ini menelepon saudaranya dan memberitahu kalau kami terlantar di sini," ucap Suriati.
Baca: Janggal Tarif Umrah Jemaah Kalsel-Tim yang Terlantar di Jakarta
Perasaan Suriati bercampur aduk begitu tahu dirinya tidak jadi berangkat ke Masjidil Haram yang menjadi salah satu destinasi umrah. Dua kali sudah PT Naila menunda keberangkatan pada 29 September dan 2 Oktober. Tersiar pula kabar jika mereka ditipu oleh pihak travel.
"Kami ya enggak mau pulang kalau kami tidak berangkat, itu saja,'" katanya sambil menangis.
Kecemasan mereka membuncah. Sebab, sampai berita ini diturunkan pada Kamis (6/1) pukul 07.00 WIB, layanan travel PT Nalia Syafaah yang beralamat di Tanggerang, Banten tak bisa dihubungi.
Jurnalis bakabar.com sudah mendatangi kantor cabang PT Naila di Banjamasin, Kalimantan Selatan. Gagal, kantor berlantai dua yang baru diresmikan itu sepi bak kuburan. Aktivitas terakhir, kata warga sekitar, terlihat pada Jumat pekan lalu.
"Saya bayar Rp31 juta per orang. Uang itu hasil tabungan saya bertahun-tahun," lirih Suriati.
Tanpa Visa dan Paspor
Umur Sunarti kini sudah menginjak 60 tahun. Menginjakkan kaki di Tanah Suci menjadi impian wanita asal Barito Kuala, Kalimantan Selatan yang sehari-hari mengandalkan hidup dengan bertani dan berjualan sayur.
Dengan penuh semangat, Sunarti berangkat dari Banjarmasin menuju Jakarta dengan mimpi bisa beribadah mengitari Kakbah di Masjidil Haram, Arab Saudi. Sesampainya di Jakarta, Sunarti tak berpikir macam-macam ketika diinapkan oleh pihak travel di sebuah hotel kawasan Bandara Soekarno-Hatta.
Kabar keberangkatan tak kunjung terdengar, setelah dua hari menginap mereka terpaksa angkat kaki dari hotel lantaran tak mampu lagi dibayar.
Sama halnya Suriati, Sunarti sudah mencium gelagat mencurigakan. Sebabnya, hingga saat ini mereka belum juga menerima paspor dan visa untuk bisa bebas pergi ke Tanah Suci.
Malahan, mereka harus mendapati kenyataan mengungsi seadanya ke asrama Pondok Gede yang jaraknya sekira 42 kilometer dari Bandara Soekarno-Hatta.
"Katanya kami ini ditipu, dibawa lari uangnya," ucap Suniarti.
Sunarti berkata hampir sebagian besar calon jemaah haji yang saat ini berada di pengungsian Pondok Gede tak pernah dibuatkan paspor dan visa oleh PT Naila.
Ia pun belum tahu bagaimana kelanjutan nasibnya selama di Jakarta. Uang simpanan maupun stok konsumsi mulai menipis. Mau pulang pun, sebagian mereka masih harus pikir-pikir ongkos logistik.
View this post on Instagram
"Dilihat dulu 2 sampai 3 hari ya, tapi sebagian mau pulang. Tapi sebagian juga masih menunggu dipulangkan atau dinaikkan (diberangkatkan ke Arab Saudi) gitu,’" ujar Sunarti.
Mengandalkan hidup dengan bertani, empat tahun lamanya Sunarti menyisihkan uang dari berjualan sayur hingga mencapai Rp31 juta untuk membeli sepaket umrah PT Naila.
"Saya ini sehari-hari cuma bertani dan berjualan sayur di pasar, saya mencoba ikhlas dan sabar dengan cobaan ini," ujarnya.
"Aduh sakit rasanya [mengelus dada] sedih, air mata habis mengingat ngumpulkan uangnya itu sudah banyak," sambungnya.
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, Sunarti kini harus menghadapi kenyataan jika pihak travel tidak menanggung makan mereka selama di asrama Pondok Gede.
"Tidak semua di sini mampu membeli makanan, uang kami semua habis untuk membayar paket umrah," ujarnya.
Sunarti berharap pemerintah segera menindaklanjuti keberangkatan mereka ke Arab Saudi. "Harapan saya, selama apapun kami ingin tetap diberangkatkan," pungkasnya.