Kalsel

Pidana Menanti Kontraktor Jalan ‘Bubur’ Liang Anggang-Bati Bati

apahabar.com, BANJARBARU – Masa kontrak proyek perbaikan jalan Liang Anggang-Bati Bati tinggal menghitung hari. Tak cuma…

Featured-Image
Warga berjibaku melintasi jalan Liang Anggang-Bati Bati. Foto: Antara

Kesemrawutan proyek jalan nasional di Liang Anggang-Bati Bati belakangan berbuntut panjang.

Desakan memboikot PT Anugerah Karya Agra Sentosa dan PT Nugroho Lestari mulai mencuat.

"Kalau BPJN tidak mem-black list kontraktor [pelaksana] luar yang asal-asalan, maka kita akan turun gunung," kata Ketua Gabungan Pelaksana Nasional Konstruksi Seluruh Indonesia (Gapensi) Kalsel, Edy Suryadi dihubungi bakabar.com, Senin (20/12).

Turun gunung dilakukan dengan menggelar aksi demonstrasi di jalan. Mereka menuntut Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Kalsel menjatuhkan sanksi. Termasuk bertanggung jawab karena tak teliti menunjuk kontraktor pelaksana.

"Mereka juga harus bertanggung jawab," ujarnya.

Desakan memboikot PT Anugerah Karya Agra Sentosa dan PT Nugroho Lestari bukan karena mereka berasal dari luar Kalsel. Namun lebih karena hasil kerja mereka.

Dalam catatan Gapensi, kontraktor asal Jawa Timur ini disebut-sebut punya track record buruk. Mulai dari pengerjaan jalan di Hulu Sungai Selatan, hingga Mataraman Sungai Ulin.

"Kita sudah tahu semuanya ini," tegas Edy.

Sekalipun kontraktor berasal dari luar, sejatinya Edy enggan menyoal hal itu. Sebab, siapapun berhak mendapatkan proyek.

Dalam prosesnya, tercantum salah satu syarat peralatan dan tenaga ahli. Nah, Eddy menilai ada yang janggal dalam kasus ini.

"Aku beranggapan bahwa peralatan yang ada di lapangan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen persyaratan lelang," ungkapnya.

Pendapat Edy sangat beralasan. Menurutnya, jalan nasional yang mulanya baik dan beraspal tak mungkin sampai hancur lebur bak bubur bila material yang digunakan sesuai spesifikasi.

"Karena kalau memenuhi standar, saya yakin tidak terjadi seperti itu," ujarnya.

Diketahui para kontraktor wajib membayar denda hingga Rp40 juta per hari selama bekerja di masa denda.

Masalah lain muncul bila BPJN maupun PPK mengambil langkah untuk memberi masa perpanjangan waktu 90 hari dengan denda maksimal.

Edy melihat hal itu belum cukup mengingat dampak kerusakan jalan dan sosial yang ditimbulkan di lapangan.

"Sanggup tidak kontraktor menyelesaikan itu dalam 90 hari dengan denda maksimal?" ujarnya.

Bila masih memberi izin perpanjangan, Edy menilai BPJN maupun PPK telah mengenyampingkan kepentingan masyarakat.

"Ini adalah kegagalan dalam hal proses tender, memilih kontraktor dengan angka terendah sehingga menimbulkan mutu yang berjatuhan," pungkasnya.

Dewan Pakar Ikatan Tenaga Ahli Konsultan Indonesia (Intakindo) Kalsel, Hasan Husaini juga merasa banyak yang salah dari proyek ini.

"Dari awal sudah salah metode pengerjaannya, karena tidak ada jalur yang ditutup," katanya dihubungi terpisah.

Namun tidak adil rasanya jika sengkarut proyek ini hanya disalahkan kepada pihak kontraktor.

Dalam sebuah proyek, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.1 Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Provinsi Kalsel selaku owner serta pihak konsultan sebagai pengawas dan pemberi masukan juga mesti bertanggung jawab.

Sejak awal, kata dia, mestinya ketiga pihak ini sudah bisa membaca kondisi ke depan. Sekalipun harus bekerja di musim penghujan.

"Ketiga pihak ini dari awal itu sudah harus menyampaikan dulu rencana mutu kontrak. Bagaimana proyek ini berjalan sesuai kontrak meski berpacu dengan kondisi cuaca," paparnya.

"Jadi, kalau cuaca dijadikan alasan sebenarnya tak masuk akal. Sebab progresnya masih sangat jauh," tambah Husaini.

Dalam sisa waktu hitungan hari ini, Husaini merasa sangat sulit proyek jalan nasional itu rampung.

"Ending terakhirnya, kalau tidak mampu menyelesaikan pekerjaan bisa dilakukan pemutusan kontrak," tuntasnya.

Ngaret, Kontraktor Jalan Liang Anggang-Bati Bati Bayar Rp 40 Juta per Hari

Komentar
Banner
Banner