bakabar.com, BANJARBARU - Ikut memicu banjir di Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala (Batola), PT Palmina Utama dituntut warga setempat untuk menutup saluran air dari perkebunan sawit ke Sungai Alalak.
Penutupan tersebut merupakan salah satu notulen kesepakatan dalam mediasi yang diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Selatan, Jumat (24/3) siang di Banjarbaru.
Hadir dalam mediasi adalah perwakilan warga beberapa desa di Jejangkit, PT Palmina Utama, Balai Wilayah Sungai (BWS) III Kalimantan, Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Kalsel, DLH Batola dan Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) Banjar.
"Semua akses pembuangan air melalui pompa ke outlet dari kebun sawit PT Palmina maupun PT Putra Bangun Bersama (Julong Group), untuk sementara ditutup sampai kajian teknis lebih lanjut," tegas Kepala DLH Kalsel, Hanifah Dwi Nirwana, seusai mediasi.
"Penutupan dilakukan sejak notulen kesepatakan ini dibuat sampai sepekan kedepan. Selanjutnya PT Palmina dan PT PBB harus membuat kajian teknis manajemen perairan perusahaan," imbuhnya.
Kemudian sesuai permintaan masyarakat, PT Palmina diwajibkan menutup semua outlet yang mengarah ke handil di Jejangkit. Perusahaan juga diminta membuka saluran pembuangan air ke Sungai Barito di Handil 14, 8, 6, 5, 4 dan 3.
Terkait notulen kesepakatan, PT Palmina yang diwakili Rahmad Hidayatullah menolak untuk dimintai keterangan oleh awak media.
Sebelum dilakukan mediasi, diyakini air yang dibuang dari perkebunan sawit PT Palmina telah menjadi penyebab utama banjir di Jejangkit.
Kondisi tersebut semakin parah, seiring kiriman banjir yang datang dari Kecamatan Sungai Tabuk, Banjar.
Setelah diprotes warga, aliran air ke Jejangkit diklaim telah ditutup PT Palmina, tetapi tidak sepenuhnya. Adapun sebagian besar pembuangan dipindahkan ke Sungai Alalak.
Baca Juga: Mediasi Warga Simpang Nungki Batola dan PT PBB Belum Temukan Kesimpulan
Baca Juga: Mediasi Warga Simpang Nungki Batola dan PT PBB Belum Temukan Kesimpulan
Upaya yang dilakukan perusahaan tidak memberi efek apapun, mengingat Jejangkit juga terhubung dengan Sungai Alalak. Fakta ini diperkuat hasil penyelidikan yang dilakukan BWS Kalimantan III.
Dalam laporan penyelidikan, BWS menduga kedua perusahaan mengalirkan air dari perkebunan yang mengakibatkan sawah banjir, sehingga petani Jejangkit mengalami gagal tanam.
Kemudian perusahaan juga diduga merusak sarana dan prasarana sumber air atau menjebol saluran Jejangkit untuk kegiatan perkebunan. Ironisnya pembukaan ini dilakukan tanpa izin dari pihak berwenang.
"Memang air yang dibuang oleh PT Palmina ke sungai bukan limbah, melainkan kelebihan dari perkebunan. Namun kelebihan ini yang diduga telah menyebabkan banjir di Jejangkit," sahut Hj Fahriana, Kepala DLH Batola.
"Kemudian pembuangan air ke Sungai Alalak itu tidak mengantongi izin. Terkait persoalan ini, BWS Kalimantan III yang berhak mengatur," imbuhnya.
Sementara Camat Jejangkit, Mukti Wohono, berharap penyetopan pembuangan air dari kebun mengurangi debit banjir yang sudah terjadi selama dua bulan terakhir.
"Makanya warga meminta perusahaan menutup saluran pembuangan air ke Sungai Alalak, karena ini yang membuat permukiman dan persawahan di Jejangkit terendam banjir," papar Mukti.
"Hampir seluruh desa di Jejangkit terendam banjir. Sementara luasan lahan pertanian yang terimbas sekitar 3.000 hektare," tandasnya.
Baca Juga: Ikuti Jejak Tetangga, Warga Desa Jambu Batola Tolak Ekspansi Perusahaan Sawit PT TAL
Baca Juga: Polemik Konsesi Sawit PT TAL vs Warga Jambu Baru Sudah Sampai ke DPR RI