Tak Berkategori

Perseteruan Tenaga Medis Vs Akun Facebook di Tapin Masih Berlanjut

apahabar.com, RANTAU – Sepekan bergulir, perseteruan antar-Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tapin dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia…

Featured-Image
IDI dan PPNI Tapin melaporkan seorang pengguna akun facebook yang menuding tenaga medis memanfaatkan keuntungan materiil dari pandemi Covid-19. Foto ilustrasi: Istimewa

bakabar.com, RANTAU – Sepekan bergulir, perseteruan antar-Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tapin dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Tapin dengan seorang pemilik akun media sosial rupanya tak kunjung surut.

Laporan ke Satreskrim Polres Tapin itu terus berlanjut. Perkaranya dugaan pencemaran nama baik oleh salah satu pengguna akun facebook bernama “Ardi An”.

Ketua IDI Tapin, Dr. Mujiran mengatakan mereka sebenarnya menginginkan perdamaian. Syaratnya, “Ardi An” meminta maaf dan mengklarifikasi tudingannya bahwa tenaga medis ‘makan’ duit Covid-19.

“Sebelum kami melaporkan ke polisi kami sudah menyuruh teman kami di puskesmas untuk menghubungi Ardi An (pengguna akun Facebook) guna klarifikasi tapi yang bersangkutan tidak datang. Kami juga masih memberikan kesempatan pada kepada Ardi untuk klarifikasi dan minta maaf sebelum melanjutkan ke pengadilan,” ujar Dr. Mujiran kepada bakabar.com melalui whatsppnya, belum lama ini.

Dirinya tak menampik jika sudah mengetahui sosok pemilik akun Facebook bernama “Ardi An”.

“Katanya (Ardi An) mau datang tapi ditunggu tidak datang datang,” ujar Dr. Mujiran menyampaikan hasil pertemuan pihak puskesmas itu dengan pelaku.

Senada, sepekan sejak dilaporkan, polisi belum menemukan ujung perkara dari perkara ini.

“Tunggu saja nanti mungkin kita akan dipertemukan dengan yang bersangkutan (Ardi An), mudah mudahan. Juga harapan kami masih terbuka untuk perdamaian. Kita juga tidak ingin mengkriminalisasi orang,” ujarnya.

Kasat Reskrim Polres Tapin, AKP Thomas Alfian ditanya tentang perkembangan kasus ini mengatakan pihaknya masih dalam penyelidikan.

“Masih penyelidikan,” singkatnya kepada bakabar.com Selasa, (4/8) melalui whatsppnya.

Diwartakan sebelumnya, IDI dan PPNI Tapin sepakat memolisikan seorang pengguna akun Facebook.

Ardi An nama akun itu berkomentar, “Mudahan keluarga dokter dan perawatxa yg positif kana, jadi tatamba kampung hj yg dipke pulang, ada jua bubuhan saurang tasantap rajaki dri corona jua, kda buhan dokter hja yg jdi duit wkwkwkwkkkk…,” ujarnya.

Atau dalam bahasa Indonesia-nya: semoga keluarga dokter dan perawat juga terkena positif,
jadi pengobatan kampung dipakai lagi. Supaya kami (pengobatan kampung) juga dapat rejeki dari Corona. Tidak cuma dokter aja yang dapat.

Adapun, komentar itu mulanya menanggapi sebuah berita berjudul, “PCR RS Pertamina Mampu Uji 350 Sampel Swab Dalam Sehari.” Artikel itu dimuat Korankontras.com di sebuah grup Facebook lingkup masyarakat Tapin, Kamis, (23/7) lalu.

Dalam berita itu, dikatakan Direktur Rumah Sakit Pertamina Tanjung (RSPT) Kalsel, Ronald bahwa untuk swab mandiri dikenakan biaya Rp1,5 juta hingga Rp1,7 juta. Sedang, untuk pasien gugus tugas sebesar Rp1,2 juta.

“Akun Ardi An telah mengatakan hal yang tidak benar yang berisi fitnah pada dokter dan perawat. Ini bisa menyebabkan masyarakat berpersepsi buruk pada dokter seolah olah dokter dapat uang dari wabah Covid,” ujar Ketua IDI Tapin, Dr. Mujirani, kepada bakabar.com, baru tadi.

Tudingan itu dirasakan IDI dan PPNI sangat merugikan bagi dokter dan perawat. Dr. Mujiran menerangkan bahwa justru dokter banyak dirugikan oleh pandemi Covid-19.

“Pertama risiko tertular Covid dari pasien baik yang diketahui atau tidak. Sudah 60 dokter di Kalsel yang tertular dan 3 di antaranya meninggal. Kedua dari segi pendapatan pun kita tidak ada yang diuntungkan, justru sebaliknya,” ujarnya merespons komentar itu.

Mengenai tudingan bahwa dokter diuntungkan dari Covid-19, Dr. Mujirin menjawab bahwa itu tidak benar.

“Jikapun ada insentif dari pemerintah, itu juga hanya sedikit dokter dan perawat yang memperolehnya yaitu dokter yang merawat penderita Covid. Itupun verifikasinya sangat ketat,” ujarnya.

Faktor utama yang mendorong mereka melapor ke Polres Tapin adalah potongan bagian kalimat, “….kda bubuhan dokter hja yg jadi duit wkwk…..”.

Ditambah kalimat menantang saat komentar itu dibalas akun Facebook bernama Wahyu R. P, “Hey Anda bisa dituntut karena tulisan ini, hati-hati dalam berkomentar di Facebook wahai kisanak,” komentar itu pun dibalas Ardi An dengan kata “Kuhadangi (kutunggu)”.

“Dan yang bikin kami menyesalkan komentar tersebut adalah yang bersangkutan malah menantang untuk didituntut,” ujar Dr. Mujirin.

Dirinya menganggap jika dibiarkan komentar itu berpotensi ditiru oleh pengguna akun lain. Dan menimbulkan persepsi buruk masyarakat pada para dokter dan perawat di Tapin.

“Kami masih berharap yang bersangkutan mengakui kekhilafannya, dan meminta maaf atas pernyataan tersebut. Jika tidak mau ya kita lanjutkan ke jalur hukum. Yang bersangkutan bisa dijerat dengan UU ITE [Informasi dan Transaksi Elektronik] karena fitnah yang bisa berujung pada ujaran kebencian terhadap dokter dan perawat lewat media sosial,” pesannya untuk pengguna akun Facebook itu.

Kasat Reskrim Polres Tapin, AKP Thomas Afrian membenarkan adanya pelaporan dari PPNI dan IDI Tapin itu.

“Kita lidik dulu dan kita klarifikasi,” singkatnya kepada bakabar.com.

Dosen Ilmu Komunikasi, FISIP ULM Banjarmasin, Fachrianor memberikan pandangan terkait aktivitas interaksi publik di media sosial termasuk Facebook yang berujung upaya pemidanaan.

Dikatakannya bahwa perlu disepakati dulu bahwa Facebook itu adalah area publik, apabila melakukan aktivitas posting termasuk mengomentari sebuah berita artinya sudah masuk kawasan area publik.

“Ketika mengomentari sebuah informasi informasi, katakanlah informasi itu benar kemudian dikomentari itu adalah bagian dari sebuah dialog atau diskusi yang memberikan tanggapan atas suatu pemberitaan,” papar sosiologi jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.

Namun apabila komentar atau reaksi publik terhadap postingan di medsos itu membuat tidak nyaman bagian kelompok tertentu, Fachrianor mengatakan idealnya ketidaknyamanan itu harusnya dibalas dengan komentar juga.

“Istilahnya itu ada proses dialog atau dialek wacana,” ujarnya menerangkan aktivitas dialog publik di ruang komentar jejaring sosial.

Terkait pemolisian oknum warganet oleh IDI dan PPNI, Fachrianor menilai mestinya kelompok dokter itu meluruskan terlebih dahulu kepada komentar ‘miring’ yang merugikan mereka.

“Supaya apa, agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar. Tidak dibawa ke ranah hukum, apalagi itu dihubungkan dengan UU ITE terutama pasal 45 a. tentang pencemaran nama baik, segala macamnya. Nah, itu kan tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Ia pun memberikan saran, seharusnya komentar berbalaskan komentar saja.

“Itu kearifan berpikir namanya. Menimbulkan sebuah dialog dan meluruskan informasi yang salah. Nah, jadinya publik itu juga teredukasi dan publik juga terdidik,” ujar pakar Ilmu Komunikasi Kalsel itu.

Terkait komentar komentar miring, dikatakan Fachrianor bisa saja publik emosi karena sederet faktor lain.

“Dalam tataran mengedukasi orang itu harus ada sikap yang arif, apalagi kawasan Facebook itu kawasan publik area. Beberapa tulisan juga sudah menyebutkan bahwa Facebook itu adalah publik area,” paparnya.

Kalau orang bersetegang di area publik, dikatakannya bahwa tidak akan ada habisnya. Lagi, ditekankan bahwa hal yang paling bijaksana dalam merespons komentar adalah dengan komentar. Meluruskan perspektif yang salah dan kesesatan berpikir.

“Respons yang lebih mencerdaskan, apalagi kan kelompok kelompok ikatan dokter itu adalah kelompok yang intelektual yang arif,” ujarnya.

Selebihnya, Fachrianor juga menganalogikan itu dengan insan pers yang bekerja sebagai pilar ke-4 demokrasi, yang mengemban amanah UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Wartawan juga demikian kan, apabila ada yang salah dalam tulisan rujukannya bukan UU ITE namun UU nomor 40 tahun 1999, kalau semua dibenturkan dengan UU ITE semua wartawan bisa kena tangkap. Itulah gunanya warcana harus di-counter dengan wacana makanya ada istilah counter wacana,” tutupnya.

Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner