bakabar.com, BANJARBARU – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) sedang menyusun strategi untuk menurunkan angka pernikahan usia anak.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kalsel, Husnul Khatimah, menyebut saat ini Banua masuk 20 provinsi dengan angka pernikahan anak yang tinggi.
Focus Group Discussion (FGD) pun digelar, termasuk meneken pakta integritas untuk menurunkan angka pernikahan usia anak.
“Tujuan FGD untuk menguatkan partisipasi upaya penurunan perkawinan anak,” ujarnya, Selasa (25/5).
Pada 2017 Kalsel berada di peringkat pertama kasus pernikahan usia anak dengan persentase 23,12 persen.
Satu tahun setelahnya, kasus pernikahan anak di Kalsel turun ke posisi 4 dengan persentase 17,63, lebih tinggi dari angka nasional yang mencapai 11,21.
Pada 2019, Kalsel kembali berada urutan pertama nasional dengan persentase 21,18 persen dibanding nasional 10,82 persen.
Penurunan terjadi lagi pada 2020. Kalsel berada di peringkat 6 dengan persentase 16,24 dibanding angka 10,35 persen secara nasional.
Kasus pernikahan anak ini mendapat atensi khusus dari
Pj Gubernur kalsel, Safrizal.
Dia menilai penanganan masalah ini harus dilakukan lintas-instansi. Mulai dinas pendidikan, kesehatan, kementerian agama, pengadilan agama, Diskominfo, Balitbangda, BKKBN, sampai Tim Penggerak PKK.
“Kalau hanya Dinas P3A, tidak bisa. Itu hanya cita-cita kosong,” sahutnya.
Menurut Safrizal perlu kerja keras untuk keluar dari masalah perkawinan usia anak.
Dia juga meminta instansi terkait untuk menyinkronkan data dan melakukan upaya pencegahan tanpa melalui KUA.
“Perkawinan anak non izin juga harus dipantau, dianalisa, baru bikin strategi apa yang harus dilakukan,” kata Safrizal.
Dia meminta upaya tersebut dilakukan di enam daerah dengan kasus pernikahan usia anak di atas 100 sepanjang 2018-2020. Sejumlah daerah itu yakni Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala, dan Tanah Bumbu.