Kalsel

Perkebunan Rakyat di Batola Perlu Penguatan

apahabar.com, BANJARMASIN – Perkebunan rakyat di Kabupaten Barito Kuala (Batola) tak bisa dipandang sebelah mata. Fakta…

Featured-Image
Warga mengarak beraneka buah, termasuk nanas Tamban, dalam Festival Nanas Mekarsari di Kecamatan Mekarsari, Selasa (10/9). Foto-dok/apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN - Perkebunan rakyat di Kabupaten Barito Kuala (Batola) tak bisa dipandang sebelah mata. Fakta itu diakui anggota DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) periode 2019 – 2024Karlie Hanafi Kalianda.

Ia bahkan berpendapat, usaha perkebunan rakyat itu perlu penguatan. “Penguatan tersebut, baik permodalan maupun manajemen usaha, termasuk masalah pemasaran,” ujar politisi Partai Golkar ini.

Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kalsel tersebut, untuk penguatan permodalan melalui pemerintah daerah perlu bantuan lembaga keuangan, seperti dunia perbankan dengan suku bunga rendah.

Sedangkan mengenai manajemen usaha, para petani pekebun perlu membentuk kelompok atau koperasi, yang kesemua itu bermuara kepada pemasaran agar mendapatkan pangsa pasar serta harga hasil perkebunan tersebut lebih baik.

Anggota DPRD Kalsel yang memasuki periode ketiga itu mengatakan, selain sebagai lumbung padi, Batola juga potensial usaha perkebunan.

Sebagai contoh selama ini, daerah pertanian pasang surut dan merupakan penerima program transmigrasi tersebut sentra hasil perkebunan nenas.

Selain itu, penduduk “Bumi Salidah” Batola dalam 30 tahun terakhir mengembangkan perkebunan jeruk serta jenis hortikultura lain seperti kuini/mangga kuini.

Namun diamenyayangkan, hasil usaha perkebunan rakyat Batola tersebut tidak terpasarkan maksimal buat peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani pekebun.

Guna mendatangkan nilai tambah, baik daerah maupun masyarakat/petani pekebun itu sendiri, menurut dia, mungkin perlu industri yang mengolah hasil perkebunan seperti nenas dan jeruk tersebut.

Pasalnya ketika panen raya buah bebas dan jeruk tersebut tidak terpasarkan secara maksimal serta harga jual pada tingkat petani rendah sekali sehingga tak seimbang dengan biaya produksi.

Misalnya harga jeruk pada tingkat petani hanya Rp3.000/kg, kemudian di Handil Bakti Kecamatan Alalak, Batola yang cuma berjarak sekitar sepuluh kilometer menjadi Rp6.000/kg, dan sampai ke Banjarmasin Rp15.000/kg.

“Perbedaan harga yang mencolok tidak memberikan nilai tambah bagi petani pekebun, dan hanya akan menguntungkan pengepul atau tengkulak serta pemodal kuat,” ujarHanafi.

Baca Juga: Berstatus Buah Unggulan, Nanas Tamban Sulit Dicari

Baca Juga: Dirangkai Puluhan Hari, Nanas Festival di Mekarsari Ludes 10 Menit

Sumber: Antara
Editor: Syarif



Komentar
Banner
Banner