Pemkab Barito Kuala

Percepat Penurunan Stunting, Batola Tak Lagi Bicara Data

Kerap menjadi perdebatan, Pemkab Barito Kuala (Batola) tidak lagi bicara data-data dalam upaya percepatan penurunan stunting.

Featured-Image
Sekdakab Batola, Zulkipli Yadi Noor, berbicara dalam Rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting dan rembuk stunting, Senin (26/2). Foto: Diskominfo Batola

bakabar.com, MARABAHAN - Kerap menjadi perdebatan, Pemkab Barito Kuala (Batola) tidak lagi bicara data-data dalam upaya percepatan penurunan stunting.

Dalam pemetaan kasus stunting, terdapat dua indikator pengukuran yang digunakan. Salah satunya adalah Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang difasilitasi Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes.

Data status gizi SSGI berdasarkan sampling, sehingga data jumlah balita yang dikumpulkan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan data populasi.

Sepanjang proses sampling dilakukan dengan benar, data SSGI dapat mewakili populasi anak balita di wilayah tersebut. Pengumpulan data SSGI sendiri dilakukan tenaga gizi dengan alat ukur tertentu.

Sementara indikator lain yang digunakan adalah Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM).

Data E-PPGBM menunjukkan status gizi anak balita berbasis populasi di suatu wilayah. Apabila semakin mendekati populasi, jumlah data anak balita yang diinput akan semakin baik.

Oleh karena didata oleh kader posyandu, E-PPGBM menampilkan informasi by name by address. Artinya alamat dan nama kedua orang tua balita yang terdeteksi stunting bisa diketahui.

Namun demikian, kerap terjadi perbedaan data yang dikeluarkan SSGI maupun E-PPGBM.

Batola, misalnya. Berdasarkan data E-PPBGM per Januari 2024, angka stunting di Batola adalah 10,39 persen atau di bawah dari target pemerintah sebesar 14 persen.

Sebaliknya dari hasil SSGI 2022, angka prevalensi stunting di Batola masih terbilang tinggi, karena mencapai 33,6 persen.

Menyikapi perbedaan tersebut, Pemkab Batola lebih berusaha fokus kepada upaya intervensi yang dilakukan sampai angka stunting benar-benar dapat ditekan.

"Harus diingat bahwa E-PPBGM tidak apple to apple dengan SSGI yang menjadi patokan pemerintah pusat," papar Sekdakab Batola, Zulkipli Yadi Noor, dalam Rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan rembuk stunting kabupaten, Senin (26/2).

"Makanya kami tidak berbicara data lagi, karena lebih fokus dengan yang dilakukan untuk perbaikan kedepan. Meski teori intervensi sensitif dan spesifik telah dipahami, masih banyak yang perlu dikuatkan," paparnya.

Mengingat stunting juga berkaitan erat dengan fasilitas kesehatan, TPPS di kecamatan diminta lebih bergerak dan meningkatkan kepedulian terhadap penanganan di posyandu.

Makanya capaian penimbangan tertinggi posyandu di Kecamatan Anjir Pasar dan Anjir Muara, langsung mendapatkan apresiasi positif.

"Salah satu kunci penting dari upaya ini adalah terus mengupayakan perbaikan dan mengevaluasi yang sudah dilakukan," pesan Zulkipli.

Dalam upaya mendukung percepatan penurunan stunting, aplikasi 'Lantingkuu Batola' juga telah digunakan oleh 387 kader posyandu untuk pelaporan data pemeriksaan anak.

"Seiring kemudahan penggunaan aplikasi 'Lantingkuu Batola' melalui ponsel, angka stunting juga dapat dipantau oleh siapapun," sahut Hery Sasmita, Kepala Diskominfo yang menginisiasi Lantingkuu Batola.

Selanjutnya sembari menunggu SSGI 2023 yang akan dirilis Maret 2024, Pemkab Batola terus melaksanakan rembuk stunting di 17 kecamatan dalam rentang Februari hingga Maret.

Editor


Komentar
Banner
Banner