bakabar.com, JAKARTA – Pakar hukum dari Universitas Padjajaran Profesor Romi Atmasasmita menilai penindakan kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan Prabowo Subianto adalah tindakan percuma.
“Orangnya udah mati, dokumen sudah hilang. Apa yang mau dibahas. Begitu juga dengan kasus penculikan aktivis 98 yang dilakukan Prabowo,” kata Romi kepada bakabar.com usai acara diskusi Gogo Bangun Negeri, Sabtu (28/10).
Romy menilai, penegakan hukum di Indonesia, terutama untuk kasus pelanggaran HAM berat tidak mungkin serius karena konvensinya juga tidak serius.
“Hukum internasionalnya kelihatan serius tapi enggak. Contohnya Amerika, Rusia, Cina itu penuh pelanggaran HAM itu tidak diadili,” ujarnya.
Baca Juga: Walhi Ungkap Dalang Program Food Estate, Seret Perusahaan Moeldoko
Kendati demikian, ia menyebut tidak ada impunitas untuk pelanggar HAM. Tapi, menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengambil keputusan dengan jalan rekonsiliasi.
Menurutnya, rekonsiliasi dapat dilakukan jika korban dan pelaku dapat saling memaafkan dan bayar kompensasi. Upaya rekonsiliasi tersebut, kata dia, dapat difasilitasi melalui Menkopolhukam.
“Itulah mengapa saya katakan kejahatan HAM itu bukan kejahatan murni seperti korupsi, tapi masalah politik,” ujarnya.
Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, Kapolri Minta Semua Pihak Jaga Politik Bermartabat
Sebelumnya, Komisioner Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya mendesak pemerintah segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, termasuk penculikan sejumlah aktivis pada 1998.
“Komnas HAM mendalihkan ada sejumlah aktor terduga pelaku yang kemudian harusnya bisa dimintai pertanggung jawaban secara hak asasi manusia oleh negara dan salah satunya adalah Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai petinggi Kopasus,” kata Dimas Bagus Arya kepada bakabar.com, Selasa (24/10).
Keterlibatan Prabowo dalam kasus pelanggaran HAM berat dapat dilihat dari dokumen Komnas HAM. Menurutnya, ada nama Prabowo yang pada saat itu menjabat sebagai petinggi Kopasus dan nama mantan Panglima Abri (Pangab) Wiranto.
Baca Juga: Supervisi ke KPK Belum Dijawab, Polda Metro: Penyidikan Tak Terhambat
Nama-nama tersebut, lanjut Dimas, memiliki relasi kuasa komando tertinggi di Abri ditambah lagi dengan nama sejumlah jenderal lain yang disangkakan terlibat dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa.
Oleh karena itu, KontraS setiap tahun selalu mendesak agar negara menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat dalam pengadilan Ad Hoc sebagaimana muatan UU 26 Tahun 2000.
“Mengapa ini penting? Agar terdapat mekanisme akuntabilitas dan pertanggung jawaban hukum terhadap nama-nama yang diduga melakukan pelanggaran HAM termasuk Prabowo,” jelasnya.