bakabar.com, JAKARTA - Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong mengungkapkan faktor menguatnya nilai tukar rupiah secara signifikan pada hari ini, yakni 0,11% ke Rp14.997 per dolar AS.
Menurutnya, konsumen dan produsen asal Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan dari yang diperkirakan.
"Penguatan rupiah lebih utama disebabkan oleh pelemahan tajam pada dolar AS setelah data inflasi," kata Lukman kepada bakabar.com, Selasa (18/7).
Adapun faktor lainnya, ujar Lukman, yakni bank sentral negara Asia dan China bersikap menunda kenaikan suku bunga mereka, bahkan ada kemungkinan menurunkannya.
Baca Juga: Rupiah, Analis: Berpotensi Menguat jadi Rp 14.950 per Dolar AS
Pada situasi itu, para pemangku kebijakan memilih untuk memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dibandingkan menjaga tingkat inflasi agar tetap rendah.
"Kekhawatiran perlambatan ekonomi dan inflasi yang relatif lebih terkendala membuat bank sentral Asia dan China lebih bersikap dovish," jelasnya.
Menurut Lukman, anjloknya nilai tukar rupiah tidak bisa dilepaskan pada kejadian pada 28 Maret 2023 mengakibatkan mata uang Garuda terkoreksi 0,60% ke Rp15.130/USD. Menurut Lukman, perlambatan pertumbuhan ekonomi China menjadi salah satu alasan pelemahan rupiah kala itu.
"Perlambatan ekonomi di Asia dan China itulah yang menakan rupiah dan mata uang Asia akhir-akhir ini," terang Lukman.
Baca Juga: Penguatan Rupiah Terhadap Dolar, Tertahan Pengumuman Suku Bunga AS
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah sangat perkasa pada pekan lalu. Namun, penguatan rupiah masih kalah jauh dibandingkan mata uang utama Asia lainnya.
Merujuk data Refinitiv, nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp14.955/ USD1. Mata uang Garuda menguat 0,07% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dalam sepekan, rupiah mampu menguat 1,17% pada pekan ini.
Penguatan tersebut adalah yang paling tajam sejak akhir April tahun ini atau dalam 2,5 bulan terakhir.
Tak hanya itu, rupiah juga mampu mencatat rally panjang pekan lalu dengan menguat selama empat hari beruntun.