bakabar.com, BANJARMASIN – Kematian Kakek Sarijan dalam penggerebekan di Desa Pemangkih Baru, Kabupaten Banjar menyentak perhatian publik.
Jika benar pelakunya adalah polisi, tentu saja mereka tak hanya bisa diproses secara etik melainkan juga pidana.
Muhammad Pazri, Praktisi Hukum dari Borneo Law Firm mendorong kepolisian mengusut kasus kematian Kakek Sarijan secara adil dan transparan.
“Jika benar, harus diusut sampai tuntas. Dugaan tersebut menunjukkan bahwa polisi masih bersikap arogan terhadap masyarakat,” ujar Pazri dihubungi media ini, Senin (17/1) malam.
Pazri melihat polisi prediktif, responsibilitas, transparan, dan berkeadilan atau ‘Polri Presisi’; jangan hanya sekadar menjadi slogan.
Sebagai instansi penegak hukum yang selalu berhubungan langsung dengan masyarakat sipil, Polri harus menjadikan masyarakat mitra kerja.
“Program Presisi harus diimplementasikan benar-benar sampai ke jajaran terbawah,” ujarnya.
Sekalipun polisi diberi kewenangan untuk melakukan penindakan, bukan berarti mereka bisa bertindak di luar batas kewajaran.
Terlebih, peraturan perundang-undangan mengatakan semua orang tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah, menjunjung HAM dan asas praduga tidak bersalah sebagaimana Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Dalam kasus kematian Kakek Sarijan, harus jelas dan dibuka ke publik, mengapa bisa sampai meninggal dunia,” jelas doktor ilmu hukum jebolan Universitas Sultan Agung.
“Negara ini merupakan negara hukum, dan tugas polisi adalah menegakkan hukum serta mengayomi,” sambungnya.
Sekali lagi, jika terbukti ada pelanggaran, Pazri meminta bidang profesi dan pengamanan kepolisian bertindak tegas tanpa pandang bulu.
“Sesuai peraturan Kapolri 14/2011 Pasal 13 dan Pasal 14, para terduga pelaku bisa dipidana berdasar Pasal 351 KUHP penganiayaan atau Pasal 170 KUHP pengeroyokan yang mengakibatkan nyawa orang hilang,” ujarnya.
Kronologi Penggerebekan versi keluarga di halaman selanjutnya: