bakabar.com, JAKARTA - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Sabtu (1/4) dan diprediksi akan berlanjut pada pekan ini. Penguatan harga minyak dunia karena para pedagang tetap fokus pada masalah pasokan yang mengetat di beberapa bagian dunia dan data inflasi AS mengindikasikan kenaikan harga melambat.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei terangkat 1,3 dolar AS atau 1,75 persen, menjadi menetap di 75,67 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei bertambah 50 sen atau 0,63 persen, menjadi ditutup pada 79,77 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Pergerakan pasar didorong oleh kegugupan yang dipicu oleh gejolak di sektor perbankan secara umum telah mereda, dan pelaku minyak memperhatikan pengetatan pasokan.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Mahal, Indef: Suku Bunga 2023 Naik
"Pedagang tetap fokus pada situasi di Kurdistan," karena "ekspor kawasan itu baru-baru ini dihentikan, dan produsen terpaksa menutup produksi di beberapa ladang minyak," kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire, dikutip Senin (4/3).
Untuk minggu ini, patokan minyak mentah AS melonjak 9,25 persen, sementara Brent naik 6,37 persen, berdasarkan kontrak bulan depan. Meskipun baru-baru ini naik, WTI dan Brent mencatat penurunan bulanan masing-masing 1,8 persen dan 4,9 persen, menurut Dow Jones Market Data.
Sementara itu, data pada Jumat (31/3) menunjukkan indeks Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) AS, pengukur inflasi yang disukai Federal Reserve, naik 0,3 persen pada Februari dibandingkan dengan kenaikan 0,6 persen pada Januari dan lebih rendah ekspektasi para analis untuk kenaikan 0,4 persen.
Baca Juga: Pemerintah Hitung Dampak Penurunan Minyak Dunia ke Harga BBM Domestik
Tanda-tanda perlambatan inflasi cenderung mendukung harga minyak karena hal ini dapat menunjukkan kenaikan suku bunga yang kurang agresif dari Fed, mengangkat permintaan investor untuk aset-aset berisiko seperti komoditas dan ekuitas.
Dengan harga pulih dari posisi terendah baru-baru ini, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia kemungkinan akan tetap berpegang pada kesepakatan produksi yang ada pada pertemuan Senin (4/3) ini.