bakabar.com, BANDUNG - Pemerintah Kota Bandung akan mengimplementasikan inovasi bakteri wolbachia ke dalam telur-telur nyamuk Aedes aegypti, sehingga tidak bisa menyebarkan virus dengue ke manusia.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Bandung Ira Dewi Jani menyampaikan upaya ini baru akan diujicobakan di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung.
Kecamatan Ujungberung terpilih sebagai pilot project karena termasuk dalam 10 kecamatan dengan kasus DBD terbanyak di Kota Bandung pada tahun 2022.
"Kota Bandung termasuk daerah endemis DBD dengan kasus cukup tinggi. Maka dari itu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan keputusan, Kota Bandung merupakan 1 dari 5 kota pilot project untuk implementasi penanggulangan DBD dengan berbasis teknologi wolbachia," ujar Ira dalam keteranganya, Sabtu (16/9).
Baca Juga: Kasus DBD di HST Meningkat, Dinkes: 157 Kasus hingga Agustus 2023
Jika nyamuk tersebut menggigit pengidap virus dengue, lanjut Dewi, maka virus yang dihisap nyamuk akan mati dengan bakteri wolbachia. Sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak akan bisa menyebarkan virus dengue ke tubuh manusia.
Ira menyampaikan, pihaknya akan menitipkan telur nyamuk Aedes aegypti yang sudah disuntikkan wolbachia di dalam ember. Lalu, nyamuk tersebut bisa kawin dengan nyamuk lokal untuk menghasilkan nyamuk lain yang otomatis sudah memiliki bakteri wolbachia.
"Jadi nyamuk Aedes aegypti tidak akan bisa menjadi perantara virus dengue lagi. Telur-telur yang sudah disuntikkan wolbachia ini diproduksinya di lab entomologi atau lab serangga. Kota Bandung itu dapatnya dari Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Salatiga," ungkapnya.
Ira menjelaskan, wolbachia sering ditemui dalam keseharian. Bakteri tersebut ada di dalam tubuh lalat buah, hewan-hewan kecil yang biasanya suka terbang di pisang atau buah-buahan.
Baca Juga: Waspada, DBD di Balikpapan Mulai Makan Korban!
"Di skema ini, nyamuk Aedes aegypti akan tetap ada untuk keseimbangan ekologis. Tapi dia sekarang sudah mengandung bakteri wolbachia supaya bisa menghentikan penyebaran virus dengue," ucapnya.
Kota pertama yang mengimplementasikan inovasi ini adalah Yogyakarta. Dari penelitian dan implementasi wolbachia di sana, kasus DBD bisa turun sampai 70%.
Meski begitu, Ira menjelaskan, implementasi wolbachia ini bukan berarti menggantikan seluruh upaya pencegahan DBD yang ada. Langkah-langkah sebelumnya akan tetap dijalankan, seperti 3M (menguras, menutup, dan mengubur), fogging sesuai indikasi, dan Gerakan Satu Rumah Satu Juru Jumantik.
Ke depannya, akan ada 33.000 ember yang disebar se-Kota Bandung. Namun, untuk penyebarannya harus melihat dari peta udara dan satelit mengenai luas wilayah serta jumlah hunian. Sehingga tidak bisa disamaratakan jumlahnya tiap kecamatan.
Baca Juga: Indonesia Jajaki Investasi Vaksin DBD dengan Perusahaan Jepang
Ira menuturkan, inovasi ini sekaligus mengurangi paparan kimia yang tidak sesuai indikasi. Sehingga lebih aman bagi lingkungan, masyarakat, juga secara ekonomis lebih murah. Sedangkan jika dibandingkan dengan fogging, lebih membutuhkan biaya untuk bensin dan obatnya.
"Kalau memang ini bisa diterapkan secara merata, harapannya angka kasus bisa turun karena virus dengue sudah tidak ada. Lalu, fogging juga bisa berkurang, sehingga dananya bisa dialihkan ke hal lain yang lebih penting," tutupnya.