bakabar.com, BANJARMASIN – Kebijakan pemerintah melarang perusahaan batu bara melakukan kegiatan ekspor di awal tahun ini dipastikan berdampak luas untuk Kalsel.
Meski hanya selama Januari 2022, nilai ekspor Kalsel tetap saja dipastikan terjun bebas. Sebab, sebagian besar ekspor Kalsel didominasi komoditi produk tambang khususnya batu bara.
"Sekitar 70 persen ekspor Kalsel dihuni batu bara, sisanya adalah hasil pertanian, kehutanan, produk UKM, perikanan dan lain-lain," kata Kepala Dinas Perdagangan Kalsel Birhasani kepada bakabar.com, Minggu (2/1).
Melihat data Disdag pada 2021 lalu, sektor tambang memang selalu menjadi urutan teratas dalam mendongkrak nilai ekspor Kalsel.
Bulan Oktober 2021 misalnya, nilai ekspor tambang mencapai 854.229.495 USD. Satu bulan berselang, angkanya meningkat menjadi 998.765.007 USD.
"Sementara untuk bulan Desember 2021 baru diketahui nanti pada pertengahan Januari 2022," Birhasani menambahkan.
Adapun negara tujuan ekspor batu bara Kalsel masih didominasi China sebesar 5.970.085 ton metrik (US$ 359.909.972). Filipina dengan 530.753.015 kilogram (US$ 47.356.720), Korea Selatan 720.034.020 kg (US$ 46.809.805), India (742 juta ton/USD 45,2 juta lebih), Jepang (417 juta ton lebih/USD 35,4 juta lebih).
Disusul Malaysia, Vietnam, Thailand dan Pakistan.
Sejatinya, dia paham betul maksud baik pemerintah memberlakukan kebijakan ini. Yakni demi memenuhi kebutuhan kebutuhan listrik dalam negeri.
Tapi di sisi lain, Birhasani menilai bahwa kebijakan ini nanti juga bakal berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalsel.
"Meski hanya satu bulan, ini tetap saja bakal berdampak pada pertumbuhan ekonomi di bulan Januari," ujarnya.
"Penurunan pertumbuhan ekonominya bisa mencapai 50 persen lebih," tambahnya lagi.
Lantas, bagaimana nanti dengan pengawasan larangan kegiatan ekspor ini?
Birhasani bilang kegiatan keluar masuk barang sepenuhnya di bawah kewenangan Bea-Cukai. Disdag Kalsel, kata dia, hanya memberikan dokumen pelengkap bila diperlukan negara tujuan.