Hot Borneo

Pemberian HGB 1,6 Abad kepada Investor di IKN, KPA: Langgar UU Agraria!

Dewi berpendapat jika tawaran tersebut mengacu pada UU Cipta Kerja, maka tetap tidak sah.

Featured-Image
Foto udara proses pembangunan jalan lingkar Sepaku segmen 2 di lokasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (4/10). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

bakabar.com, BANJARMASIN - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengkritisi langkah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto, yang menawarkan insentif perizinan hak guna bangunan (HGB) hingga 160 tahun atau 1,6 abad bagi calon investor di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Sekretaris Jendral KPA, Dewi Kartika menyebut, tawaran itu melanggar Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lazim disebut UUPA 1960.

Ia menjelaskan, dalam UUPA 1960, pemberian HGB hanya boleh sampai 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun.

"Hal ini jelas sangat bertentangan," ucap Dewi dilansir CNN Indonesia, Kamis (20/10).

Kata Dewi, dalam UUPA juga tidak ada ketentuan soal pembaruan hak atas tanah dan tidak mengenal pembagian siklus dalam pemberian hak atas tanah.

Dewi berpendapat jika tawaran tersebut mengacu pada UU Cipta Kerja, maka tetap tidak sah.

Sebab, UU Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.

Dewi menegaskan, aturan HGB mesti merujuk pada UUPA 1960 sebagai payung hukum agraria nasional, yang tak lain merupakan terjemahan dari Pasal 33 UUD 1945.

Dalam pasal tersebut, kata Dewi, dijelaskan bahwa tanah dan air harus digunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan melarang adanya monopoli tanah oleh segelintir kelompok.

Atas dasar itu, Dewi mengkritik pemerintah berambisi membangun proyek di IKN sampai rela melakukan penyimpangan terhadap UU dan konstitusi.

"Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah demi mengundang investor ke IKN, meskipun dengan mengakali dan menabrak berbagai peraturan, undang-undang, bahkan konstitusi," katanya.

Selain melanggar undang-undang, Dewi bilang tawaran itu juga berpotensi meningkatkan letusan konflik agraria, ketimpangan, dan monopoli tanah di Kawasan IKN.

Sebab, sebagian kawasan IKN berada di atas tanah dan wilayah masyarakat adat.

Dewi pun menilai pemerintah seolah-olah sedang menjadi perpanjangan tangan dan bekerja untuk kepentingan para investor.

"Sikap yang ditunjukkan Menteri Hadi Tjahjanto melalui pernyataannya tersebut lebih terkesan seperti calo tanah, alih-alih sebagai Menteri ATR/BPN yang seharusnya bekerja bagaimana memastikan penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah untuk rakyat," tutupnya.

Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Hadi menawarkan insentif perizinan HGB selama 80 tahun sampai 160 tahun bagi investor di IKN.

HGB selama 80 tahun itu nantinya dibagi tiga tahap, yakni tahap pertama 30 tahun, tahap kedua 30 tahun, dan tahap ketiga 20 tahun.

Lebih lanjut, perizinan HGB selama 80 tahun tersebut masih bisa diperpanjang lagi hingga 80 tahun selanjutnya jika penggunaannya dirasa sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Editor


Komentar
Banner
Banner