bakabar.com, JAKARTA - Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menjelaskan potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka dengan berbaliknya ekspektasi pasar mengenai kebijakan moneter Bank Sentral AS.
"Dengan rentetan data ekonomi AS yang terus membaik belakangan ini, ekspektasi pasar bahwa Bank Sentral AS akan kembali menaikkan suku bunga acuannya meningkat. Ekonomi yang membaik bisa memicu inflasi lebih tinggi," ucapnya ketika ditanya Antara, Jakarta, Rabu (31/5).
Pada pembukaan perdagangan hari ini, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank melemah 0,14 persen atau 21 poin menjadi Rp15.006 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.985 per dolar AS.
Data survei CME FedWatch Tool mencatat 61,9 persen berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan 25 bps pada rapat di bulan Juni 2023 versus 38,1 persen yang berekspektasi tidak ada perubahan. Padahal, seminggu sebelumnya yang berekspektasi tetap memiliki presentasi lebih tinggi dibandingkan yang mengharapkan naik.
Baca Juga: Didukung Sentimen 'Risk On' di Pasar, Rupiah Menguat
"Semalam, data survei tingkat keyakinan konsumen AS bulan Mei (2023) menunjukkan kenaikan melebihi ekspektasi. Tingkat keyakinan konsumen ini bisa mengindikasikan bahwa konsumen AS tidak menahan diri melakukan pembelian dan ini bisa memicu kenaikan inflasi lagi," ungkap Ariston.
Selain itu, lanjut dia, pelaku pasar ternyata masih mengkhawatirkan voting kesepakatan batas utang AS yang akan berlangsung di Kongres jika tidak memenuhi harapan pasar. Ini juga mendorong pelaku pasar masuk kembali ke aset aman dolar AS.
"Potensi pelemahan rupiah hari ini ke arah Rp15.000-Rp15.050. Support di kisaran Rp14.950," ujar dia.