bakabar.com, JAKARTA - Komentar tak layak dilontarkan oleh Juru Bicara Partai Ummat saat dikonfirmasi perihal penyelesaian kasus pelecehan seksual yang sempat dialami oleh salah satu jurnalis bakabar.com, Selasa (14/2)
Kasusnya seakan mangkrak. Tidak ada itikad baik dari partai untuk segera memburu siapa pelaku pelecehan terhadap jurnalis tersebut atau berkomunikasi secara baik dengan redaksi tempat jurnalis berkantor.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudin menjelaskan tindakan yang seharusnya dilakukan Partai Ummat adalah melakukan penyelidikan lebih luas.
”Partai Ummat harus membuka penyelidikan lebih luas kalau memang ada tuduhan itu,” ujarnya pada bakabar.com, Kamis (23/2).
Baca Juga: Komnas Perempuan Kecam Sikap Partai Ummat, 'Buta' Tangani Pelecehan Jurnalis
Ia berpendapat jika kasus ini harus segera dibuktikan, demi memberikan keadilan pada korban yang mengalami pelecehan seksual di acara yang diadakan oleh Partai Ummat itu.
“Hingga sampai bisa dinyatakan benar anggota partai-kah? benar terjadi kah pelecehan itu, agar pemulihan korban juga bisa dilakukan dengan cepat,” imbuhnya lagi.
Wahyudin menjelaskan permintaan maaf saja tidak menghapuskan tindakan yang sudah terjadi di acara Rakernas Partai Ummat itu. Selain itu, tindakan ini juga dianggap sebagai bentuk penghalang-halangan kerja pers ini, berpotensi melanggar UU Pers.
Sementara itu pada kasus pelecehan seksual, keselamatan korban harus jadi fokus utama. Maka mendahulukan apa yang dibutuhkan korban merupakan aturan wajib dalam penyelesaian kasus pelecehan seksual.
“Karena ia memiliki dimensi traumatik yang cukup tinggi dibandingkan dengan kasus lain, sehingga dalam penanganan kasus kekerasan seksual itu yang perlu dikonfirmasi dan ditanyakan kesiapannya adalah korbannya,” jelasnya.
Melaporkan kasus ke jalur hukum sepenuhnya adalah hak prerogatif korban. Sebab menurutnya, dalam banyak kasus kekerasan seksual, masyarakat yang patriarkis akan selalu menyudutkan korban. Oleh sebab itu, tak jarang jika korban kekerasan seksual enggan untuk membawa kasusnya ke jalur hukum.
“Di banyak kasus, banyak (korban) yang tidak bersedia, kenapa? karena mereka masih trauma, karena mereka belum siap dibawa ke proses hukum, karena ekspose kepada publiknya juga tinggi,” terang Wahyudin.
“Kemudian ketika ekspose itu terjadi cukup tinggi, dampaknya pasti akan ada ke korban, apakah korban akan merasa malu. Apakah korban merasa terpojokkan, belum lagi diskriminasi dan yang lainnya,” terusnya.
Menurutnya, penting bagi perusahaan media melakukan perlindungan sepenuhnya kepada jurnalis yang mengalami kekerasan seksual saat menjalankan tugasnya.
Kondisi Korban
"Setelah kejadian, korban masih trauma. Terutama terhadap kerumunan, dia selalu mencoba menghindar," jelas Yusron.
"Karena itu yang bersangkutan kami istirahatkan sambil proses pendampingan psikis dari ahli selesai," sambungnya.
Asesmen sementara, korban cemas lantaran khawatir apa yang menimpanya di Rakernas Partai Ummat terulang.
Sampai saat ini korban enggan membuat laporan polisi imbas ketakutan-ketakutan tersebut. Kendati begitu Yusron berharap pelaksana kegiatan dapat ikut bertanggung atas apa yang menimpa korban.
"Minimal sekali ada komitmen untuk menyediakan ruang aman peliputan tak hanya untuk jurnalis pria agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari," jelasnya.
KKJ Kecam Kekerasan Seksual Jurnalis
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mengecam tindakan pelecehan seksual yang dialami oleh jurnalis bakabar.com yang terjadi beberapa waktu lalu di acara Rakernas Partai Ummat selasa lalu.
Hal ini diungkapkan Koordinator KKJ, Erick Tanjung pada Kamis (16/2) malam. Ia menyatakan jika tindakan yang dilakukan merupakan tindakan pidana yang memiliki konsekuensi hukum.
“Kami mengecam tragedi yang terjadi pada jurnalis apahabar ketika melakukan kerja-kerja jurnalis,” ungkapnya.
Ia menerangkan jika tragedi kekerasan seksual yang dialami oleh jurnalis sama dengan menghambat kerja-kerja jurnalistik.
“Apapun itu alasannya merupakan tindak pidana ya, yang pertama karena jurnalis ini mendapat pelecehan saat melakukan kerja-kerja liputan, tentu itu menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik,” imbuhnya.