bakabar.com, MARABAHAN – Warga Desa Tabing Rimbah Ray 5, Kecamatan Mandastana, Barito Kuala, sempat dibikin resah akibat pelaku gendam yang berkeliaran.
Beberapa orang dilaporkan menjadi korban hipnotis oleh seseorang yang mengaku ahli pengobatan tradisional.
Setidaknya 10 warga menjadi korban gendam dengan total kerugian mencapai Rp19 juta. Oleh si pelaku, uang itu dijanjikan untuk jasa terapi dan obat-obatan.
Oleh karena merasa dihipnotis, sejumlah warga langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Mandastana.
Laporan itu langsung ditindaklanjuti. Lantas sekitar pukul 13.00, Senin (28/12), pelaku yang diduga melakukan gendam itu dijemput polisi dari salah satu rumah warga.
“Diawali laporan warga, kami memeriksa seorang pria keturunan India yang datang dari Medan,” jelas Kapolres Barito Kuala, AKBP Lalu Mohammad Syahir Arif, melalui Kapolsek Mandastana Ipda Maryono, Selasa (29/12).
Setelah pria berinisial RJ tersebut dimintai klarifikasi, termasuk keterangan dari warga yang merasa menjadi korban, polisi akhirnya memperoleh kesimpulan.
“Dari hasil klarifikasi yang bersangkutan dan keterangan warga, kejadian tersebut bukan hipnotis. Selanjutnya kedua belah pihak memutuskan secara kekeluargaan,” jelas Maryono.
“Keinginan warga yang keberatan dan menginginkan uang mereka dikembalikan, juga sudah dipenuhi,” imbuhnya.
Diyakini hipnotis yang disangkakan warga hanya disebabkan bahasa marketing jasa terapi dan obat-obatan. Kebetulan warga yang ditawari sedang sakit dan mengharapkan kesembuhan.
“Apalagi yang ditawari orang sakit dan ingin sembuh. Akhirnya mereka terpengaruh dan menyerahkan sejumlah uang untuk biaya pengobatan,” beber Maryono.
“Namun kemudian muncul asumsi hipnotis dari pihak keluarga yang lain, mengingat biaya pengobatan terbilang mahal. Apalagi uang sebanyak itu tidak seminggu dua minggu bisa diperoleh,” sambungnya.
Dari keterangan warga, RJ memang tidak sekali datang ke Ray 5. Dalam lima sampai enam hari terakhir, pria tersebut beberapa kali bolak-balik untuk melakukan terapi.
“Bahkan ada warga yang sudah tiga kali menjalani terapi. Mereka pun sebenarnya ingin melanjutkan, tetapi yang bersangkutan sudah tidak bersedia datang lagi,” beber Maryono.
“Di sisi lain, kami tetap harus merespon laporan tersebut, supaya tidak memperpanjang salah paham,” tandasnya.