bakabar.com, BANJARMASIN - Terdapat sederet doa yang dipanjatkan Nabi Muhammad SAW dalam Al-Qur'an.
Doa merupakan aktivitas yang dapat mendekatkan diri seorang hamba kepada Sang Pencipta. Pun sebaik-baik doa adalah yang sesuai dengan redaksi yang dipanjatkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Selain mengandung makna komprehensif dan penuh makna, doa-doa tersebut sekaligus bentuk mengikuti sunnah Rasulullah.
Berikut merupakan beberapa doa Nabi Muhammad SAW yang termaktub dalam Al-Qur’an seperti dilansir dari laman Nahdlatul Ulama (NU Online):
Tercantum dalam Surah Ali Imran ayat 26-27:
اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. تُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَتُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: “Wahai Allah, Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan.” (Ali Imran:27)
Menurut Imam Ath-Thabarani, doa itu menggunakan asma Allah yang agung. Biasanya digunakan untuk bermunajat agar keinginan orang yang berdoa terkabul (Tafsir Ibnu Katsir, II: 30).
Tercantum dalam Surah Al-Isra' ayat 80:
رَّبِّ اَدْخِلْنِيْ مُدْخَلَ صِدْقٍ وَّاَخْرِجْنِيْ مُخْرَجَ صِدْقٍ وَّاجْعَلْ لِّيْ مِنْ لَّدُنْكَ سُلْطٰنًا نَّصِيْرًا
Artinya: “Ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku)” (QS Al-Isra': 80).
Imam al-Dhahhak mengatakan bahwa doa ini mengandung arti tentang hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah dan kembali ke Makkah dalam keadaan aman di hari Fathu Makkah. (Tafsir al-Qurthubi, X: 313).
Redaksi ayat ini dapat digunakan untuk bermunajat kepada Allah secara umum, baik ketika hendak melakukan sesuatu maupun ketika perjalanan yang diridhai oleh Allah.
Tercantum dalam Surah Al-Isra’ ayat 111:
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهٗ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيْرًا
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung-agungnya” (QS Al-Isra': 111).
Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa Nabi Muhammad, mengajarkan ayat ini kepada keluarganya, baik kepada anak kecil maupun dewasa. Bahkan Nabi menamakan ayat ini dengan Al-Izz (ayat kemuliaan).
Dinyatakan pula bahwa sebagian atsar menyebutkan jika ayat ini dibaca malam hari di sebuah rumah, maka rumah tersebut tidak akan disatroni pencuri atau terjadi kecelakaan di dalamnya. (Tafsir Ibnu Katsir: 131).
Tercantum dalam Surah Thaha ayat 114:
رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا
Artinya: “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku” (QS Thaha: 114)
Tercantum dalam Surah Az-Zumar ayat 46:
اللّٰهُمَّ فَاطِرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ عٰلِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ اَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْ مَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ
Artinya: “Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata, Engkaulah yang memutuskan di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka perselisihkan” (QS Az-Zumar: 46).
Syekh Sayyid al-Thanthawi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa maksud dari ayat itu adalah menghibur Nabi Muhammad dari perbuatan kaum musyrik, kemudoan sebagai penjagaan dari tipu daya kaum musyrik, juga sebagai ajaran kepada hamba-hamba-Nya atas kewajiban berlindung kepada Allah SWT (Al-Thanthawi, Tafsir al-Wasith: 232).
Ayat ini juga bisa dibaca ketika mendengar pertikaian yang mengakibatkan kematian, seperti kasus Sayyidina Husain dengan Yazid bin Muawiyah. Diriwayatkan bahwa ketika berita kematian Al-Husain bin Abi Thalib sampai kepada Al-Rabi’ bin Khaitsam, beliau membaca doa tersebut. (Tafsir al-Qurthubi, VX: 265).
Tercantum dalam Surah Ali Imran 8-9:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ، رَبَّنَآ اِنَّكَ جَامِعُ النَّاسِ لِيَوْمٍ لَّا رَيْبَ فِيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. Ya Tuhan kami, Engkaulah yang mengumpulkan manusia pada hari yang tidak ada keraguan padanya. Sungguh, Allah tidak menyalahi janji" (QS Ali 'Imran: 8-9).
Imam Al-Qurtubi menjelaskan bahwa doa ini merupakan permohonan yang dipanjatkan oleh orang-orang yang mendalam ilmu. Doa ini juga dapat dipahami sebagai perintah kepada Nabi Muhammad SAW untuk menggunakan doa tersebut. (Tafsir al-Qurthubi, 4: 19).
Hal ini diperkuat oleh riwayat yang disampaikan Ummu Salamah bahwa Nabi Muhammad SAW menggunakan redaksi doa tersebut.
Tercantum dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 112:
رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّ وَرَبُّنَا الرَّحْمٰنُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ
Artinya: “Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil. Dan Tuhan kami Maha Pengasih, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kamu katakan" (QS Al-Anbiya’: 112).
Syekh Sayyid Ath-Thanthawi mengatakan dalam At-Tafsir al-Wasith li al Al-Qur’an Al-Karim bahwa setelah menyampaikan risalah dan amanah yang diemban, Nabi dengan khusyuk memanjatkan doa tersebut.
Said menceritakan dari Imam Qatadah bahwa Nabi terdahulu berdoa: رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ Kemudian Rasulullah diperintahkan untuk berdoa: رَبِّ احْكُمْ بِالْحَقِّ وَرَبُّنَا الرَّحْمَنُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ
Demikian pula ketika Rasul berjumpa dengan musuh dan mengetahui bahwa beliau berada di posisi yang benar, sedangkan musuhnya berada di posisi yang salah, maka Nabi Muhammad saw juga berdoa dengan doa tersebut. (Tafsir al-Qurthubi, 11: 351).
Ibnu Katsir mengutarakan bahwa Zaid bin Aslam menyampaikan, bahwa dulu ketika Nabi menyaksikan peperangan, Nabi Muhammad SAW membaca doa tersebut.
Tercantum dalam Surah Al-Mu’minun ayat 118:
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرّٰحِمِيْنَ
Artinya: "Ya Tuhanku, berilah ampunan dan (berilah) rahmat, Engkaulah pemberi rahmat yang terbaik" (QS Al-Mu'minun: 118).
Redaksi doa itu merupakan perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad supaya mendapatkan mendapatkan ampunan dan kucuran rahmat. Seorang hamba yang menggunakan doa itu, akan mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
Imam Al Alusi mengatakan bahwa dalam doa itu terkandung isyarat agar seorang hamba sebaiknya tidak terlena oleh amal-amal yang telah dilakukan, serta memberikan petunjuk agar seorang hamba agar bergantung kepada rahmat Allah Yang Maha Menguasai dan Mahatinggi. (Al-Alusi, Tafsir Ruh al Ma’ani fi Tafsir Al-Qur’anil Adzim wa Sab’i al Matsani, 9: 272).
Tercantum dalam Surah Ash-Shaffat ayat 180-181:
سُبْحٰنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلٰمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Artinya: “Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Perkasa dari sifat yang mereka katakan. Selamat sejahtera bagi para Rasul. Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam" (QS As-Saffat Ayat 180-182).
Doa ini merupakan pemungkas dari rangkaian doa yang dipanjatkan seorang hamba. Bila doa diawali dengan memuji kepada Allah, maka juga harus diakhiri dengan memuji atas kekuasaan Allah.
Imam al-Qurthubi menyatakan menerima sanad panjang yang tersambung kepada sahabat Said al-Khudri. Beliau mendengar Nabi menyampaikan berulang kali: “Barang siapa yang suka mendapatkan timbangan pahala yang sempurna di hari kiamat, maka bacalah di akhir pengajian atau majelis: سُبْحٰنَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلٰمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
Senada dengan pernyataan itu, Ibnu Katsir mengutip riwayat yang disampaikan Ath-Thabrani: “Barang siapa yang membaca doa di atas tiga kali setiap selesai salat, maka (kelak) dia akan mendapatkan timbangan pahala yang sempurna.
Tercantum dalam Surah At-Taubah ayat 129:
حَسْبِيَ اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
Artinya: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘arsy (singgasana) yang agung" (QS at-Taubah: 129).