bakabar.com, JAKARTA - Banjir yang sudah sepekan melanda mayoritas wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) makin hari kian menguatirkan.
Air terus menggenangi permukiman warga hingga badan jalan melebihi mata kaki orang dewasa. Ribuan rumah di lima kabupaten terendam. Seakan tak cukup, serbuan air bah juga merenggut nyawa seorang warga.
"Sudah seminggu enggak surut-surut," keluh Happy Utami, korban banjir asal Mendawai, Kotawaringin Barat (Kobar) kepada bakabar.com, Selasa (25/10) pagi.
Tingginya intensitas hujan dan minimnya resapan air, menurut Happy, menjadi faktor utama penyebab banjir. "Sungai di tempatku ini udah enggak bisa nampung debit air dari sungai-sungai di hulu...," ujarnya.
"Di mana-mana sungai itu berkaitan sama hutan, toh hutannya sekarang jadi sawit semua," sambungnya.
Ya Kalteng sebenarnya memiliki Kinipan, hutan adat dengan keanekaragaman hayati tingkat tinggi.
"Tapi, Kinipan sekarang dikuasai sama perusahaan sawit, hutan adat dibabat habis dan dijadikan perkebunan, makanya kurang resapan air," ujar ibu rumah tangga satu ini.
Selain lambannya surut air, ketersediaan logistik juga ia keluhkan. "Sampai sekarang kami gak pernah dapat bantuan logistik," pungkasnya.
Baca Juga: Kalsel dan Kalteng Kebanjiran: Palangka Raya Lumpuh, HSS Puluhan Rumah Terendam
Apa yang sudah dilakukan pemerintah pusat untuk menanggulangi dampak banjir Kalteng? Baik BNPB maupun Kementerian Sosial rupanya belum terlihat berbuat banyak.
Wakil rakyat Kalteng di Senayan, sebutan DPR RI, Mukhtarudin melihat sudah saatnya pemerintah pusat turun tangan.
"Sebab, kemampuan daerah terutama dalam hal penganggaran terbatas," ujarnya dihubungi terpisah, Selasa pagi (25/10).
Pemprov Kalteng sudah menetapkan status tanggap darurat. Kotawaringin Barat, Lamandau, Sukamara, Kotawaringin Timur, dan Seruyan menjadi lima kabupaten paling terdampak banjir kali ini.
Dari laporan yang diterima Mukhtar, sudah ribuan rumah warga terdampak serbuan air bah. Imbas banjir, aliran air bersih turut tersendat. Kondisi demikian memaksa sebagian warga mengungsi. Pemerintah daerah dibantu relawan dan berbagai lapisan unsur masyarakat maupun pengusaha gotong royong membuat posko.
Tak cuma kerugian materil, banjir turut merenggut nyawa seorang warga bernama Syalianur. Pemuda satu ini tewas tersengat listrik saat air bah menerjang kawasan permukiman di Mendawai, Kotawaringin Barat, Sabtu (22/10).
"Banjir tahun ini lebih dahsyat dari tahun lalu, tapi saya belum satupun melihat perwakilan dari pemerintah pusat turun ke lapangan," ujarnya.
Lepas dari penanggulangan jangka pendek, Mukhtar melihat pemerintah juga perlu membuat kebijakan yang komprehensif.
Terlepas dari fenomena La Nina, Mukhtar sepakat banjir tahun ini tak lepas dari tak seimbangnya lagi ekosistem alam. Utamanya, kerusakan pada daerah penyangga yang menjadi resapan air. Ditambah, pendangkalan sungai, pembukaan lahan untuk pertambangan, dan pembangunan yang tak berwawasan lingkungan.
"Selain intensitas hujan, persoalan lainnya adalah persoalan daya tampung air. Pemerintah harus serius memperbaiki ini semua," pungkas anggota Komisi VII DPR RI ini.