Kalsel

Pagi Ini, Sekolah Tatap Muka di Banjarmasin Mulai Disimulasikan

apahabar.com, BANJARMASIN – Pembelajaran tatap muka di Banjarmasin mulai disimulasikan sejak pagi tadi, Senin (16/11). Namun…

Featured-Image
Hanya terdapat empat sekolah di Banjarmasin yang direkomendasikan untuk kembali menerapkan pembelajaran secara tatap muka. Foto: apahabar.com/Bahaudin Qusairi

bakabar.com, BANJARMASIN – Pembelajaran tatap muka di Banjarmasin mulai disimulasikan sejak pagi tadi, Senin (16/11).

Namun tidak semua tingkatan lembaga pendidikan yang menggelar.

Dinas Pendidikan (Disdik) hanya merekomendasikan empat sekolah. Yaitu SMPN 10, SMPN 12, SMPN 31 dan SMPN 7.

"Ya ada empat sekolah yang memberlakukan simulasi pembelajaran tatap muka," ujar Kepala Disdik Banjarmasin, Totok Agus Darmanto kepada bakabar.com.

Ia mengatakan tiap sekolah mengambil pola siswa yang beragam untuk ditaruh ke ruangan kelas.

Di SMPN 10, hanya 50 persen dari kapasitas ruangan diisi. Sedangkan SMPN 12 hanya 30 persen.

Dari dua pola tersebut akan dipelajari Disdik untuk diterapkan ke depannya.

"Dari yang kita lihat cukup memadai bahkan ada yang kurang karena jumlah murid tidak memadai tiap kelas," ucapnya.

Disdik, kata dia, akan mengevaluasi simulasi pembelajaran tatap muka ini.

Terutama tentang protokol kesehatan dan mekanisme pembelajaran di tengah pandemi Covid-19.

Laporan dari sekolah akan diterima Disdik per hari selama dua pekan ke depan.

"Kalau memang tidak ada permasalahan, kita lanjutkan sekolah tatap muka," pungkasnya.

Adapun kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Banjarmasin sebanyak 3579 orang. Di antaranya 98 kasus aktif, 3.247 pasien sembuh dan 168 meninggal dunia.

Waspada Penurunan Semu

Anggota Tim Pakar Covid-19 Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Hidayatullah Muttaqin berharap semua pihak tetap waspada dengan fenomena penurunan semu Covid-19 di Banjarmasin.

“Pandemi Covid-19 di Kota Banjarmasin belum terkendali. Tidak betul jika ada pandangan sebagian besar kelurahan sudah menghijau. Sebab kita punya masalah dengan alat ukur untuk menilai pandemi sudah terkendali atau belum,” jawabnya, Minggu (15/11).

Muttaqin begitu dia disapa, menjelaskan secara rinci ukuran paling dasar dan fundamental berdasarkan kriteria WHO adalah jumlah pengambilan sampel tes swab minimal 1 per 1.000 penduduk setiap minggunya.

Artinya, untuk Banjarmasin minimal sampel tes yang diambil adalah 700 spesimen setiap minggunya, atau sekitar 2.800 setiap bulannya.

Dijelaskan lebih jauh, jika kriteria ini sudah dipenuhi, maka pandemi baru dikatakan terkendali apabila dalam waktu dua minggu secara berturut-turut angka positive rate turun di bawah 5 persen.

“Angka ini memiliki makna rata-rata dari setiap pengambilan 100 sampel spesimen, terdapat 5 sampel yang terkonfirmasi positif,” beber dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan ULM ini.

Sementara itu berdasarkan data kumulatif per 13 November yang diunggah Dinkes Banjarmasin di akun Instagram resminya, jumlah penduduk yang terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 3.574 kasus dengan sampel spesimen sebanyak 8.403.

Dengan data ini ujar Muttaqin, maka angka positive rate kumulatif Banjarmasin adalah 43 persen. “Angka ini sangat tinggi dan jauh dari kriteria WHO,” imbuhnya.

Tingginya angka positive rate Banjarmasin disebabkan oleh minimnya pengambilan sampel tes swab. Semakin kecil sampel yang diambil maka semakin besar angka positive rate.

Dibeberkannya bahwa, pengambilan paling tinggi terjadi pada bulan Juli yaitu sebanyak 3.036 sampel. Kemudian turun menjadi 1.147 sampel pada bulan Agustus dan 626 sampel di bulan September.

Ketika pengambilan sampel semakin menurun, maka implikasinya terjadi penurunan kasus baru Covid-19.

“Pada bulan Juli terdapat 914 penduduk yang terkonfirmasi Covid-19, sedangkan tambahan kasus baru pada bulan Agustus dan September menurun drastis menjadi 552 dan 412 kasus,” jelasnya.

Fakta penurunan kasus baru karena menurunnya pengambilan sampel tes Covid-19 menunjukkan terjadinya fenomena penurunan semu. Situasi tersebut tidak hanya terjadi di Banjarmasin tetapi juga banyak daerah di Indonesia.

Menurutnya, fenomena penurunan semu ini sangat berbahaya bagi masyarakat dan untuk usaha pengendalian pandemi itu sendiri. Apalagi jika disertai pandangan bahwa sebagian wilayah sudah hijau, maka masyarakat akan cenderung mengabaikan protokol kesehatan karena merasa sudah aman. Hal ini sangat berbahaya.

Sekarang saja ujar Muttaqin, bisa lihat di lapangan sudah banyak anggota masyarakat yang melakukan kegiatan berkumpul sehingga konsekuensinya jaga jarak menjadi terabaikan.

“Sementara mobilitas penduduk makin tinggi seperti situasi sebelum pandemi. Kondisi ini akan semakin membahayakan jika wacana pembukaan sekolah betul-betul direalisasikan,” ucapnya.

Jadi apa yang harus dilakukan masyarakat? Waspada dan jangan lalai. Tetap ketat melaksanakan protokol kesehatan. Jauhi kerumunan di dalam atau di luar ruangan.

“Jangan bikin acara yang menghimpun berkumpulnya orang. Selalu cuci tangan dan pakai masker. Kita harus bersabar dengan situasi pandemi ini,” pesannya.

Komentar
Banner
Banner