bakabar.com, MAGELANG - Pagi buta suara berdencit terdengar bersautan dari lorong tua Kota Magelang. Bahkan, saat matahari pun belum menampakkan diri, mereka sudah berduyun-duyun datang untuk bekerja.
Saat roda besi berlomba-lomba untuk tertata rapi di halaman gedung-gedung tinggi, Sumadyo lebih memilih berjalan kaki. Pada mesin-mesin pemintal dengan benang warna-warnilah, mereka menggantungkan hidupnya setiap hari.
Sudah lebih dari separuh abad, mesin pemintal milik Pabrik Sarung Tenun Botol Terbang itu menghidupi Sumadyo (70) dan 12 karyawan lain yang tak lagi muda. Meski usianya terbilang senja, karya mereka berupa sarung goyor telah melanglang buana hingga ke Arab Saudi.
Baca Juga: Kreatif! Sambut Pemilu 2024, Perajin Ubin Asal Magelang Buat Motif Logo Parpol
Pabrik Sarung Goyor Botol Terbang besutan keluarga Al Katiri itu masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) yang dioperasikan dengan tenaga manusia.
Saat bakabar.com mengunjungi Pabrik Sarung Goyor Botol Terbang, Senin (29/5), sesosok lelaki berjenggot putih menyambut dari depan pintu tua. Lelaki itu adalah Umar Saleh Al Katiri, generasi ketiga yang meneruskan produksi sarung goyor Botol Terbang.
Sembari mengajak berkeliling, kakek 2 cucu itu menceritakan pahit manis perjalanannya meneruskan Pabrik Sarung Goyor Botol Terbang. Meski tak tau persis alasan penamaan Botol Terbang yang terdengar nyeleneh dan tidak ada kaitannya dengan sarung, Umar yakin, produknya bisa terus melegenda.
Baca Juga: Berusia 2 Abad Lebih, Masjid Agung Kauman Magelang Jadi Saksi Sejarah Perjuangan
Bagi Umar, kunci utama agar menghasilkan produk-produk sarung goyor berkualitas adalah menggunakan pewarna serta bahan dengan kualitas nomor satu.
Kekhasan lain dari Sarung Goyor Botol Terbang menurut Umar adalah proses pembuatannya yang paling rumit dibanding sarung dari Pemalang, Pekalongan, dan lainnya. Produk Sarung Gayor Botol Terbang juga cenderung terbatas karena menggunakan tenaga manusia.
"Proses pengeringannya juga mengandalkan matahari sehingga kami tidak bisa memaksa karyawannya untuk memproduksi dalam jumlah yang banyak," kata Umar yang sehari-hari tinggal di Kelurahan Potrobangsan, Kecamatan Magelang, Kota Magelang.