bakabar.com, TANJUNG – Pasca-operasi tangkap tangan (OTT) di Dinas Pekerjaan Umum, KPK menyegel ruang kerja Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid.
Dari informasi terhimpun, penyegelan ini dilakukan KPK sejak tadi malam.
“Saat kami masuk kerja pagi tadi, ruangan kerja Pak Bupati HSU sudah tersegel,” kata seorang pegawai di kantor bupati setempat, Jumat (17/9) pagi.
Pantauan bakabar.com di lokasi, ruangan kerja bupati HSU berada di lantai dua. Ada dua kertas yang dijadikan segel di pintu ruangan bertuliskan, “dalam pengawasan KPK”.
Di luar ruangan sendiri terlihat sepi. Begitu pula dengan ruangan tamu juga kosong.
Konstruksi Kasus
OTT KPK di Amuntai HSU: Kadis PU hingga Eks Ajudan Bupati Diamankan, Modusnya Fee Proyek
Sebelumnya, Dinas PU HSU merencanakan lelang dua proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Kayakah, Amuntai Selatan dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp1,9 miliar. Dan rehabilitasi jaringan irigasi di Desa Karias, Amuntai Tengah senilai Rp1,9 miliar.
Sebelum lelang ditayangkan di LPSE, MK selaku Plt Kepala Dinas PU diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang kepada MRH dan FH sebagai calon pemenang proyek irigasi dengan kesepakatan memberikan sejumlah komitmen fee sebesar 15 persen.
Saat awal dimulainya proses lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, ada delapan perusahaan yang mendaftar.
"Namun, hanya ada satu yang mengajukan penawaran, yaitu CV Hana Mas milik MRH," ungkap Komisioner KPK, Alexander Marwara saar jumpa pers, Kamis (16/9) malam.
Sementara itu, lelang rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang, ada 12 perusahaan yang mendaftar.
Namun hanya dua yang mengajukan penawaran, di antaranya CV Kalpataru milik FH dan CV Gemilang RZ.
Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, dimenangkan oleh CV Hana Mas milik MRH. Nilai kontraknya Rp1,9 miliar.
Sementara untuk proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, dimenangkan oleh CV Kalpataru milik FH. Nilai kontraknya Rp1,9 miliar.
Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka.
Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kemudian menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hana Mas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh MJ sebagai orang kepercayaan MH dan FH.
"Sebagian pencairan uang tersebut selanjutnya diduga diberikan kepada MK yang diserahkan oleh MJ sejumlah Rp170 juta dan 175 juta dalam bentuk tunai," ungkapnya.
Adapun sebagai pemberi, MRH dan FH disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsisebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 KUHP.
Tersangka MK selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 KUHP jo. Pasal 65 KUHP.