Oleh: Untung Aslianur
MASIH seputar tragedi kecelakaan maut mobil travel jurusan Puruk Cahu-Banjarmasin yang jatuh ke sungai di Desa Pugaan RT 03, Kecamatan Pugaan, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, pada Jumat (15/7) lalu.
Dari berita yang saya kutip dari bakabar.com, diketahui mobil Toyota Avanza berwarna abu-abu itu ditumpangi 7 orang termasuk sopir. Kemudian terdapat 6 penumpang lain, yang 1 di antaranya bayi laki-laki berusia 4,5 bulan.
Dari 7 korban, salah satunya, yakni ibu dari bayi dinyatakan hilang dan meninggal dunia, karena tak bisa keluar dari dalam mobil yang tercebur ke sungai itu.
Rata-rata penumpang hampir semuanya adalah warga Kelurahan Puruk Cahu Seberang, di mana salah satunya adalah keluarga saya sendiri.
Menurut informasi yang beredar di media, penyebabnya dikarenakan sopirnya mengantuk sehingga mobil menjadi lepas kendali.
Seharusnya kalau kondisi sopir sedang mengantuk jangan dipaksakan. Padahal menurut keterangan korban yang selamat, posisi sopir sempat digantikan oleh Doni, suami dari korban yang meninggal. Kemudian digantikan oleh sopir yang itu kembali.
Setelah itu doni kembali menawarkan menggantikan posisi sopir, tapi ditolak oleh si sopir hingga insiden naas itu terjadi. Hendaknya insiden ini menjadi pembelajaran bagi sopir lain, kalau kondisi kurang fit, jangan memaksakan diri, sebab keselamatan penumpang yang utama.
Jika memang benar sopir mengantuk dan lalai. Maka sopir itu berpotensi dijerat menggunakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), sebab ia diduga melanggar Pasal 310.
Dalam Pasal 106 ayat (1) UU LLAJ tersebut, tertulis bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di Kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga mempengaruhi kemampuan dalam mengemudikan Kendaraan.” dalam pasal tersebut.
Adapun untuk Pasal 310 UU Lalu Lintas yang mengatur kelalaian dalam berkendara, berbunyi:
1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
3. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Penulis adalah pengamat sosial masyarakatan di Kalimantan Tengah-Kalimantan Selatan
============================================
Tulisan ini adalah kiriman dari publisher, isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis