bakabar.com, JAKARTA - Selama tujuh bulan terakhir nelayan di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat mengeluh semakin menurunnya tangkapan ikan rinuak di kawasan tersebut.
Selain disebabkan oleh tercemarnya air danau vulkanik, kelangkaan ikan endemik tersebut juga disebabkan oleh kematian massal ikan rinuak pada November 2022 yang berdampak hingga saat ini.
"Biasanya beberapa bulan ikan rinuak akan kembali dan sekarang tidak muncul ke danau, sehingga saya jarang mendapatkan rinuak tersebut," kata seorang nelayan, Johanes, Minggu (4/6).
Baca Juga: Ikan di Danau Maninjau Mati Massal, Kerugian Mencapai Rp380 Juta!
Ia menjelaskan tercemarnya Danau Maninjau disebabkan terjadinya pembalikan air dari dasar ke permukaan danau. Hal itu yang menyebabkan oksigen di perairan tersebut semakin berkurang.
Dengan kondisi tersebut membuat ikan rinuak melakukan migrasi untuk mencari air bersih di muara dan sungai di sekitar danau. Saat ikan rinuak berkembang biak, maka ikan tersebut akan kembali ke danau.
"Ini pernah terjadi pada 2017, ikan langka sampai dua tahun dan kembali muncul pada 2019," katanya seperti dilansir Antara, Jumat (4/6).
Di tengah semakin langkanya ikan rinuak, harga ikan rinuak di pasaran per kilogramnya mencapai Rp100 ribu. Ikan yang dijual tersebut merupakan ikan hasil penyimpanan di ruang pendinginan.
Sebelumnya, ia pernah menjual ikan rinuak seharga Rp80 ribu per kilogram sebelum Ramadhan 1444 Hijriah. Sedangkan harga normal hanya Rp15 ribu sampai Rp20 ribu per kilogram.
Baca Juga: Tiga Hari Hilang, Nelayan Grajagan Banyuwangi Ditemukan Tewas
"Biasanya ikan rinuak saya simpan di pendinginan untuk para perantau, namun pedagang sering ke sini untuk menawar, sehingga dijual," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Agam, Rosva Deswira menambahkan kondisi air masih tercemar dan pada pertengahan Mei 2023, ikan keramba jaring apung juga mati sekitar 15,2 ton.
"Kondisi air masih tercemar yang mengakibatkan ikan mati dan termasuk ikan rinuak," pungkasnya.