bakabar.com, JAKARTA – Pemetaan (mapping) masjid untuk mencegah penyebaran paham radikalisme dan terorisme disebut masih sebatas rencana.
“Ini baru rencana, belum ada format kegiatan seperti apa, programnya seperti apa, masih dibicarakan,” kata Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Wachid Ridwan, dilansir CNNIndonesia.com, Kamis (3/2).
Wachid juga mengakui banyak kritik yang muncul di publik terkait rencana tersebut. Ia menilai Indonesia merupakan negara demokratis yang segala pemikiran atau paham bisa masuk saat ini.
Ia menilai pemetaan masjid merupakan bentuk pendekatan humanis atau soft approach untuk mencegah penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Bukan dilakukan dengan pendekatan kekerasan.
“Saya anggap wajar saja, agar aparat keamanan tidak perlu pakai hard approach. Tapi soft approach, pakai pendekatan yang lembut saja,” kata dia.
Sebelumnya, Polri mengaku hanya pelapis alias second line, bukan garda terdepan dalam rencana pemetaan masjid guna mencegah penyebaran radikalisme di Indonesia.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan tugas utama tersebut bakal diemban oleh MUI, Kementerian Agama dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Leading sector yang dikedepankan adalah Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme MUI dan juga Kemenag. Itu leading sector terdepan. Termasuk BNPT untuk melakukan asesmen,” ujarnya.
Rencana pemetaan masjid itu awalnya diungkap Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri, Brigjen Umar Effendi pada agenda Halaqah Kebangsaan Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme yang digelar MUI. Upaya itu dilakukan untuk mencegah penyebaran paham terorisme.
Meski demikian, Umar tak merinci masjid mana saja yang masuk dalam pemetaan Polri tersebut. Dia hanya mengatakan ada masjid yang cenderung ‘keras’.
“Kemarin kita juga sepakat dalam diskusi mapping masjid, Pak. Mohon maaf,” kata Umar dalam disiarkan di kanal YouTube MUI, Rabu (26/1).
Kritik keras terlontar dari Mantan Presiden sekaligus Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla (JK). Ia menyebut bahwa tidak asa masjid yang radikal. JK juga meminta agar masjid tidak dianggap salah.